REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pemilih dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) terancam tidak bisa menggunakan hak suaranya pada 17 April 2019. Alasannya, jumlah pemilih pindahan yang tercatat dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) melebihi jumlah alokasi surat suara cadangan di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS).
Komisioner badan pengawas pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menilai hal itu bisa diselesaikan jika pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). "Kalau mau berubah ya Perppu," kata Bagja di Kompleks Parlemen Senayan.
Ia menjelaskan di dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 telah diatur bahwa produksi surat suara dihitung berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) ditambah dua persen surat suara cadangan. Sehingga untuk mengakomodasi para DPTb tersebut menurutnya bisa diubah dengan menggunakan Perppu.
"Kalau UU mengatur dua persen, ya harus dua persen," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada celah lain untuk mengubah jumlah produksi surat suara selain melalui Perppu. Kecuali di dalam undang-undang dijelaskan ada pengecualian-pengecualian tertentu. Namun urgensi adanya Perppu tersebut menurutnya dinilai perlu.
"Iya dong (perlu ada Perppu), satu suara saja hak konstitusional. Makanya akan kita bahas nanti masalah KTP-El salah satunya apakah terpenuhi atau tidak," ujarnya.
Pemilih kategori DPTb merupakan mereka yang pindah memilih. Hingga 17 Februari 2019 jumlah DPTb tercatat sebanyak 275.923 orang.
Jumlah ini tersebar di 87.483 TPS yang ada di 30.118 desa/kelurahan, 5.027 kecamatan, dan 496 kabupaten/kota. KPU memperkirakan jumlah ini masih berpotensi bertambah.