REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagaimana hubungan sang penggerak modernisme Islam dengan sufisme? Hal itu dielaborasi Elizabeth Sirriyeh dalam bukunya, Sufis and Anti-Sufis.
Dia menggolongkan Rasyid Ridha ke dalam kelompok Muslim “anti-sufi.” Bagaimanapun, jelas penulis itu, ulama kelahiran al-Qalamoun (Lebanon) itu saat masih remaja pernah terpikat pada ajaran sufisme.
Fase yang sama pernah dialami dua pendahulunya, Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh (gurunya sendiri). Saat berusia belia, Rasyid Ridha mendapatkan pendidikan bercorak Barat, semisal bahasa Prancis, matematika (dengan angka Latin), dan sains.
Dia tidak hanyut dalam alam keilmuan Barat. Minatnya pada sufisme justru muncul. Sebagai contoh, dia amat menggemari Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali. Bahkan, dalam otobiografinya kelak Rasyid Ridha mengakui betapa pola hidupnya pada saat itu cenderung asketis.