Sabtu 23 Feb 2019 15:05 WIB

Jelang Pemilu, Capital Inflow Diperkirakan Landai

Investor cenderung wait and see.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
IHSG Melemah: Pekerja melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
IHSG Melemah: Pekerja melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang agenda besar Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, investor global diproyeksikan memilih sikap wait and see untuk menanamkan modal di Indonesia. Khususnya, modal dalam instrumen portofolio atau uang panas.

Analis Pasar Modal Nafan Aji, mengatakan, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk dua bulan ke depan hingga hari pencoblosan diperkirakan masih tahap konsolidasi. Sebab, investor masih menunggu hasil pemilu agar mendapat kepastian kebijakan ekonomi Indonesia lima tahun ke depan.

Baca Juga

“Saya rasa indeks kita lebih konsolidasi terlebih dahulu. Jadi mungkin untuk capital inflow akan wait and see. Nanti kalau sudah selesai baru bergerak lagi,” kata Nafan kepada Republika.co.id, Sabtu (23/2).

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat jumlah aliran modal asing yang masuk ke Indonesia per 21 Februari 2019 mencapai Rp 45,9 triliun. Jumlah itu jauh lebih besar daripada keseluruhan capital inflow sepanjang 2018 yang hanya Rp 13,9 triliun.

Nafan menilai, kenaikan siginifikan itu cukup wajar. Sebab, sepanjang 2018 investor cenderung menarik dana dari pasar modal di Indonesia. Oleh sebab itu, peningkatan capital inflow di awal tahun ini merupakan waktu untuk menanam modal di Indonesia.

Ia mencatat, tren penguatan aliran modal asing juga sudah mulai terlihat sejak November 2018. Memasuki awal 2019, terdapat Januari Effect yang didorong oleh pernyataan Bank Sentral AS, The Fed bahwa tidak akan menaikkan suku bunga secara seagresif tahun 2018. Sementara, Bank Indonesia juga belum melakukan pelonggaran kebijakan moneter lewat penurunan suku bunga.

Sebagai catatan, tingkat suku bunga The Fed saat ini masih berada di kisaran 2,25-2,5 persen. Sedangkan suku bunga acuan BI-7DRR sudah berada di level enam persen. “Saya melihat proses negosiasi dagang antara AS dan Cina sejauh ini juga cukup baik meskipun alot,” ujarnya.

Lebih lanjut, melihat tingkat inflow yang kemungkinan ke depan akan landai, ia memprediksi laju IHSG sepanjang 2019 masih bertengger di level yang tidak jauh dari 6.657. Sebab, Indonesia masih menghadapi tantangan makro ekonomi berupa tingkat defisit transaksi berjalan atau CAD.

Mengacu pada hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, laju CAD pada kuartal IV 2018 sebesar 9,1 miliar dolar AS, atau 3,57 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Jika dikalkulasikan dengan kuartal I-III, tingkat CAD sepanjang tahun 2018 masih sebesar 2,98 persen atau hampir menyentuh batas aman sebesar 3 persen.  

“Belum lagi nanti soal kenaikan suku bunga The Fed. Itu akan dapat memicu outflow di pasar negara berkembang,” kata dia.

Untuk mengantisipasi potensi risiko global dan mempertahankan dana asing yang sudah masuk, Nafan menilai pemerintah perlu mempercepat implementasi revolusi industri keempat sesuai dengan peta jalan yang telah ditetapkan. Di satu sisi, realisasi penanaman modal asing dan dalam negeri di sektor riil harus terus ditingkatkan agar tidak mengalami penurunan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement