Ahad 24 Feb 2019 01:57 WIB

Kemenag: Jika Keberatan, Hayati Punya Hak Ajukan Banding

Hayati Syafri telah diberhentikan karena dianggap melanggar tata tertib PNS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Andri Saubani
Dr Hayati Syafri, dosen IAIN Bukittinggi yang nonaktif mengajar lantaran keputusannya bercadar, hadir dalam musyawarah akbar ormas Islam, Ahad (25/3). Pertemuan tersebut membahas upaya dialog dengan IAIN Bukittinggi terkait pembatasan cadar di kampus.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Dr Hayati Syafri, dosen IAIN Bukittinggi yang nonaktif mengajar lantaran keputusannya bercadar, hadir dalam musyawarah akbar ormas Islam, Ahad (25/3). Pertemuan tersebut membahas upaya dialog dengan IAIN Bukittinggi terkait pembatasan cadar di kampus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) RI menyatakan, dosen IAIN Bukit Tinggi, Hayati Syafri yang telah diberhentikan karena dianggap melanggar tata tertib pegawai negeri sipil (PNS) memiliki hak untuk banding. Kemenag menyarankan agar Hayati segera mengajukan banding ke Badan Kepegawaian (Bapek) Kemenag atau ke PTUN.

“Jika keberatan, Hayati Syahfri masih mempunyai hak banding,” kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Humas Itjen Kementerian Agama, Nurul Badruttaman, di Jakarta, Sabtu (23/2).

Nurul menjelaskan, Hayati terbukti telah melakukan pelanggaran disiplin berat. Selain telah tidak masuk kerja selama 67 hari selama 2017, Hayati juga terbukti kerap meninggalkan ruang kerja dan tidak melaksanakan tugas lainnya sepanjang 2018. Tugas yang dimaksud itu diantaranya dalam menjadi penasihat akademik serta memberi bimbingan skripsi kepada mahasiswa. 

Nurul mengatakan, penegasan tersebut untuk sekaligus mengklarifikasi rumor yang mengatakan bahwa Hayati diberhentikan karena cadar. “Itu tidak benar. Sudah ditemukan bukti valid hasil audit Itjen Kemenag,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukit Tinggi, Syahrul Wirda, menambahkan, pihaknya sudah menawarkan hak banding tersebut kepada Hayati. Hak Banding itu, kata dia, telah disampaikan kepada Hayati pada Rabu (20/2) bertepatan dengan penyerahan Surat Keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS.

Syahrul mengatakan, hak banding akan berlaku selama 14 hari terhitung sejak tanggal 20 Februari 2019. Lebih dari itu, hak banding akan hangus dan Hayati akan dianggap menerima SK pemberhentian tersebut secara penuh.

“Saya sudah sampaikan, tapi beliau tidak mau. Ya sudah tidak apa-apa, yang penting sudah kita sampaikan,” ujarnya.

Hayati mengaku telah menerima surat pemberhentian sebagai PNS per tanggal 18 Februari 2019 ini. Dalam surat keputusan itu, Kemenag memberi kesempatan banding sampai hari ke-15 sejak surat tersebut diterima Hayati.

"Masih dipikirkan (peluang banding). Banyak yang harus dipertimbangkan," kata Hayati, kepada Republika.coid, Sabtu (23/2).

Hayati tidak mau buru-buru mengajukan banding karena belajar dari banyak kasus sebelumnya. Ia melihat kasus serupa selama ini tidak berpihak kepada yang mengajukan banding. Hayati dalam hal ini merasa sebagai pihak minoritas. Ia merasa terdiskriminasi oleh pihak kampus dan Kemenag karena sikapnya yang teguh memegang prinsip tidak akan melepas cadar saat mengajar.

Dari keputusan pemecatan dari Kemenag ini saja Hayati merasa janggal. Hayati merasa tim inspektorat jenderal Kemenag berusaha mencari-cari kesalahannya. Kemenag memecat Hayati karena dianggap melalaikan tugas dan tanggung jawab sebagai dosen. Padahal awal mula dirinya mendapat perlakuan tidak adil lantaran dirinya yang menggunakan cadar.

"Dari kasus cadar, dicari-cari kesalahan lain dan akhirnya dengan kasus ini saya diberhentikan. Saya masih memikirkan banding karena minoritas akhirnya kalah juga. Karena data bisa dimanipulasi pihak kampus," ujar Hayati.

Dedy Darmawan Nasution

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement