Ahad 24 Feb 2019 06:08 WIB

Neno: Doa Munajat 212 Lahir dari Sebuah Keadaan Terancam

PBNU telah mengingatkan Neno untuk tidak mengandaikan pilpres dengan perang badar.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Andri Saubani
Akivis perempuan dan salah satu penggagas gerakan #2019GantiPresiden, Neno Warisman
Foto: Ist
Akivis perempuan dan salah satu penggagas gerakan #2019GantiPresiden, Neno Warisman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menegaskan, doa yang ia panjatkan dalam acara Munajat 212 bukan dimaksudkan untuk mengancam Tuhan. Melainkan, sebuah doa yang lahir dari sebuah keadaan yang terancam.

“Doa itu saya pahami sebagai sebuah ungkapan mengantisipasi keadaan yang sulit. Termasuk keadaan dalam ancaman,” kata Neno kepada Republika.co.id, Ahad (24/2).

Baca Juga

Neno menjelaskan, keadaan terancam itu pun tidak berkaitan dengan ajang Pilpres 2019 yang akan digelar sebentar lagi. Keadaan terancam yang ia maksud yakni, terkait kondisi generasi Indonesia di masa depan.

Di mana, kata Neno, generasi muda Indonesia saat ini mulai terbiasa dengan gaya hidup bebas dan menyimpang. Bahkan hingga mengarah pada perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau LGBT.

Selain itu, menurut Neno, generasi muda pada masa yang akan datang juga terancam karena ketidaktersediaan air bersih, ketiadaan pangan yang merata, ketidakcukupan atas kebutuhan hidup, pendidikan yang tidak berbasis pada kebahagiaan dan ketidakberpihakan. “Juga terancam akan adanya pertikaian idelogi dan perpecahan. Hal-hal itulah yang mengancam generasi baru,” ujar dia.

Neno mengatakan, ia telah berkecimpung di dunia pendidikan selama 25 tahun. Pengalaman di dunia pendidikan itu membuat Neno menginginkan generasi Indonesia dari masa ke masa membawa kebaikan bagi masyarakat luas. 

“Bahwa keprihatinan itu memang saat ini ada. Jadi, saya ingin masyarakat saya bahagia,” katanya menambahkan. 

Sebelumnya, Ketua PBNU Robikin Emas mengingatkan Neno Warisman untuk tidak mengandaikan pilpres sebagai perang. Menurut Robikin, pengandaian pilpres sebagai perang adalah kekeliruan.

"Pilpres hanya kontestasi lima tahunan," kata Robikin melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Sabtu (23/2).

Robikin menanggapi puisi atau doa di Munajat 212 yang dibacakan Neno pada malam Munajat 212 yang digelar di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (21/2). Puisi Neno yang kontroversial pada penggalan berikut:

"Namun, kami mohon jangan serahkan kami kepada mereka yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan anak, cucu kami dan jangan, jangan kau tinggalkan kami dan menangkan kami. Karena jika engkau tidak menangkan kami, (kami) khawatir Ya Allah, kami khawatir Ya Allah, tak ada lagi yang menyembahmu."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement