REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tempat sujud yang dibangun pada abad ke-17 Masehi ini semula dikenal dengan sebutan Masjid Shah. Nama tersebut mengacu kepada penguasa Safawi yang memerintah di Isfahan, Sultan Shah Abbas I yang getol melakukan pembangunan.
Konon, konstruksi pembangunan masjid ini memakan waktu hingga 20 tahun lamanya. Arsitektur masjid dirancang oleh Ali Esfahani di atas lahan total seluas 12.264 meter persegi. Masjid satu ini menerapkan pola arsitektur Seljuk dengan menampilkan lengkungan yang membentuk beranda besar yang terdapat di setiap pelataran.
Masjid Agung Isfahan, Iran.
Pembangunan masjid ini diperkirakan menghabiskan 18 juta batu bata dan 472.500 keramik. Hampir seluruh dinding masjid ditutup keramik mozaik dengan perpaduan warna biru dan cokelat, serta kuning. Ada juga penutup tiang dari marmer hijau yang tampak amat jernih. Motif keramik bervariasi dari bunga hingga pola geometris.
Seperti halnya masjid-masjid lain di Iran, masjid ini pun mempunyai kubah besar yang ditempatkan di arah kiblat. Selain itu, pada beberapa bagian masjid tampak kubah-kubah kecil yang juga khas bangunan rumah di Iran yang disebut 'kiosk'. Menurut kamus, 'kiosk' bermakna pola bangunan di Iran dan Turki yang atapnya disangga banyak pilar.
Teknik ini sudah lama dipakai di kawasan Persia, bahkan pe nemunya pun diklaim para arsitek Persia kuno walaupun lebih berkembang di Turki pada masa Usmani. Para arsitek Persia ini membangun kubah bundar di atas fondasi segi empat dengan keempat lengkung diagonalnya.
Masjid e-Shah di Isfahan, Iran, merupakan salah satu bukti puncak kegemilangan arsitektur Safawi.
Kubah Masjid Imam ini oleh banyak arkeolog dan pengamat arsitektur klasik dipandang sebagai karya kubah dengan ubin berwarna. Penilaian itu lebih ka rena pada ke indah an motif dan komposisi war nanya. Selain itu, ke indahan terlihat pada ben tuk pecahan ubin yang mengikuti bentuk leng kungan pada bagian kubah dan juga pada menaranya yang berbentuk silinder.
Gerbang utama masjid dilapisi keramik indah dengan pola lukisan yang tidak sederhana dengan warna yang beragam pula. Teknik ini, pada masa itu dianggap lebih efisien daripada menggunakan mosaik tile. Masjid Imam menjadi bukti kecanggihan perkembangan tekno logi ar si tek tur Islam pada abad pertengahan.
Satu hal yang juga telah di pikir kan arsitek masjid pada abad ke-17 ini adalah bangun an tahan gempa. Arsitek Iran memahami bahwa wilayah nya termasuk ring of fire dan ring of earthquake. Jadi, mereka harus mendesain bangunan yang kokoh dan tak goyah oleh gempa. Buk tinya, berabad-abad masjid itu masih tegak berdiri.
Layangan mengudara di dekat kubah Masjid Agung Sheikh Lotfollah di Imam Square, Isfahan, Iran. Foto diambil 7 April 2011.
Masjid Imam me miliki tiangtiang uta ma penyangga ba ngunan yang di buat beberapa la pis. Tiang dengan tinggi sekitar 50 meter dibagi men jadi empat bagian mulai dari dasar, bawah, tengah, dan penopang atap. Pada setiap pertemuan antarsisi terdapat besi dan kayu yang menyerupai per. Sehingga, jika gempa mengguncang, tiang hanya akan bergoyang dan bangunan pun tetap berdiri hingga sekarang.