REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat menduduki Indonesia, Jepang mengeruk sebanyak-banyaknya sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) setempat demi kemenangannya di kancah Perang Dunia II.
Pada zaman itu, Haji Agus Salim diminta bekerja pada markas Pembela Tanah Air (PETA), organisasi bentukan Jepang, yang terletak di bekas tangsi KNIL, Bogor.
Kemampuan bahasa Jepangnya sebatas pasif. Namun, dia justru bertugas dalam tim penyusun kamus kemiliteran untuk serdadu Dai Nippon. Di Bogor, Haji Agus Salim bersahabat dengan Kapten Yamasaki.
Seperti diceritakan Kustiniyati Mochtar dalam Seratus Tahun Haji Agus Salim (1996), para tentara Jepang menaruh respek terhadap suami Zainatun Nahar tersebut.