REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Lebih dari 100 anak-anak Inggris dilahirkan dari pengantin ISIS di Suriah. Hal itu menimbulkan masalah keamanan bagi pemerintah Inggris.
Pekan lalu Sajid Javid, Sekretaris Dalam Negeri Inggris, mengumumkan bahwa ia telah mencabut paspor Inggris dari mantan siswi London timur, Shamima Begum. Keputusan itu juga disetujui oleh ayah Shamima Begum dari Bangladesh. Tetapi Pemerintah terpaksa mengakui bahwa putranya Jarrah, yang baru berusia sepekan adalah warga negara Inggris yang memiliki hak untuk kembali ke Inggris.
Sekitar 150 perempuan Inggris diperkirakan telah melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Semuanya telah menikah, dan melahirkan di Suriah. Selanjutnya 50 anak yang lebih besar dibawa ke Suriah oleh orang tuanya, tetapi sekitar seperempat dari mereka diperkirakan telah terbunuh.
Soufan Center, sebuah organisasi penelitian anti-terorisme yang berbasis di AS, memperkirakan bahwa setidaknya ada 700 anak yang lahir dari jihadis asing yang masih berada di Suriah. Banyak anak muda akan menyaksikan adegan-adegan kekerasan yang mengerikan termasuk eksekusi dan pemenggalan kepala. Sementara beberapa anak yang lebih besar, mungkin dipaksa ikut serta dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sebuah makalah pengarahan yang diterbitkan oleh Soufan telah memperingatkan bahwa negara-negara Barat harus memiliki strategi untuk menangani anak-anak jika mereka pulang. "Ideologi intinya telah ditanamkan pada anak-anak muda yang tak terhitung jumlahnya dan mudah dipengaruhi," sebut Soufan dilansir dari laman Telegraph, Senin (25/2).
"Negara-negara perlu menyusun strategi komprehensif untuk berurusan dengan anak-anak yang akan kembali ke negara asal orang tua mereka," kata makalah Soufan.
Banyaknya anak-anak Inggris yang lahir di wilayah tersebut dapat memperumit masalah bagi Pemerintah. Namun, pemerintah Inggris mengisyaratkan bahwa simpatisan ISIS dengan kewarganegaraan ganda akan dilepaskan kewarganegaraan Inggris mereka.