REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) saat ini tengah mengkaji bagaimana dampak ekonomi dari industri film. Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo mengatakan saat ini belum ada data detil bagaimana multiplier effect dari produksi suatu film.
"Kalau film memang seinget saya datanya masih kecil. Masih kecilnya itu memang bisa jadi karena keterbatasan data," kata Fadjar di Ruang Publik Bekraf, Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (25/6).
Artinya, selama ini dampak dari produksi suatu film masih hanya diukur dari jumlah penonton. Dengan begitu, menurut Fadjar belum ada data yang memperlihatkan bagaimana dampak ekonomi dari suatu film.
Untuk itu, Fadjar memastikan saat ini Bekraf masih beeupaya untuk memperbaiki data komersial dari film. Termasuk untuk mengetahui bagaimana multiplier effect dari suatu produksi film yang ada di Indonesia sehingga tidak hanya melihat jumlah penontonnya saja.
"Film Laskar Pelangi misalkan, mungkin selama ini yang diukur adalah jumlah penonton. Tapi bagaimana dampak Laskar Pelangi bagi daerah Bangka Belitung kan itu belum ada yang mengukur. Bagaimana dampak Ada Apa Dengan Cinta 2 dengan pariwisata Yogyakarta ketika orang berbondong-bondong datang ke Yogyakarta," kata Fadjar.
Untuk itu, Fadjar memastikan saat ini Bekraf sedang melakukan kajiannya untuk melihat bagaimana kontribusi film dalam hal ekonomi. Dia menuturkan kajian tengah dilakukan bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Hanya saja, Fadjar menuturkan ada banyak sektor yang berada di bawah Bekraf, namun presentase film diakuinya masih kecil. Tiga sektor terbesar yang masih banyak pengaruhnya masih dari kuliner, fashion, dan kerajinan tangan.