REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah kesempatan, presiden Serbia Slobodan Milošević dan tokoh nasionalis Kroasia Franjo Tuđman mengadakan pertemuan rahasia. Keduanya hendak memuluskan rencana untuk menyerang Bosnia-Herzegovina serta membagi-bagi wilayah tersebut.
Mereka menganggap Bosnia sebagai musuh bersama. Hal ini sejalan dengan seruan kaum separatis Serbia dan Kroasia di wilayah Bosnia-Herzegovina sendiri. Masing-masing etnis itu menghendaki pembentukan wilayah otonom sejak Desember 1991.
Sebagai informasi, masyarakat negara Bosnia-Herzegovina terdiri atas tiga etnis dominan, yakni Bosniak (Muslim), Serbia (Kristen Ortodoks), dan Kroasia (Katolik).
Pada 6 April 1992, komunitas Eropa mengakui kedaulatan negara Bosnia-Herzegovina. Namun, kabar gembira ini segera disusul insiden berdarah.
Satu hari setelahnya, aksi damai di Sarajevo dibubarkan tentara etnis Serbia dengan rentetan peluru. Tentara etnis Bosniak yang dibantu etnis Kroasia berupaya menumpas serangan ini. Namun, situasi akhirnya berbalik. Tentara Bosniak justru mesti bertempur melawan tentara Serbia plus tentara Kroasia.
Ratko Mladic saat diadili di Den Haag, Belanda, tahun 2017 (sumber: tangkapan layar wikipedia.org)
Pada 2 Mei 1992, Jenderal Ratko Mladic memimpin tentara Serbia untuk mengepung ibu kota Bosnia-Herzegovina, Sarajevo. Empat tahun lamanya pasukan itu memutus akses lalu lintas, listrik, dan air bersih di kota ini.
Dampaknya, penduduk Bosnia terkepung dalam bayang-bayang kelaparan dan ketakutan. Pasukan Mladic terus memborbardir Sarajevo sehingga menewaskan ribuan orang Bosnia.
Sementara itu, Mate Boban tampil membentuk faksi militer Kroasia (HVO) di Bosnia-Herzegovina. Dia didukung sepenuhnya oleh Tuđman, yang sedari awal ingin mencaplok wilayah negara ini.
Baca juga: Latar Terjadinya Perang Bosnia (3)
Pertempuran brutal berlangsung khususnya dalam merebut pusat Herzegovina, Mostar. Stari Most, jembatan bersejarah yang dibangun sejak abad ke-16, ikut dihancurkan tentara Kroasia dalam kejadian ini.
Selain itu, mereka juga menghancurkan setiap masjid yang dijumpai. Daniel F Cetenich dalam tesisnya untuk San Francisco State University (2002) menyebutkan, tidak kurang dari 1.400 unit masjid dihancurkan tentara Serbia dan Kroasia ketika Perang Bosnia berlangsung.
Baca juga: Drama dan Racun si Penjahat Perang Bosnia