REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumulo menyebut, Papua menjadi salah satu daerah yang memiliki potensi kerawanan pemilihan umum (Pemilu) 2019. Ia menjelaskan, terdapat sejumlah alasan mengapa Papua menjadi daerah rawan Pemilu.
"Menurut Kemendagri area rawan masih Papua, karena menggunakan noken dan kondisi geografis. Kami sepakat semua pihak sosialisasi, termasuk TNI juga sosialisasi agar masyarakat sadar gunakan hak pilih," ujar Tjahjo di The Sultan Hotel, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (25/2).
Perlu diketahui, penggunaan sistem noken telah disahkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47/81/PHPU.A/VII/2009, sebagai budaya asli Papua. Ada dua mekanisme penggunaan sistem noken. Pertama, penggunaan noken untuk menggantikan kotak suara. Surat suara diletakkan di dalam tas noken yang biasanya dipegang oleh para saksi dari pasangan calon.
Kedua, sistem noken di mana kepala suku memilih untuk dan atas nama pemilih di kelompok sukunya. Namun, mekanisme ini sama-sama tidak bersifat rahasia yang berpotensi menimbulkam kerawanan Pemilu.
Demi mengurangi potensi kerawanan Pemilu di Papua, Kemendagri sudah berkoordinasi dengan TNI-Polri untuk mengurangi kerawanan tersebut. "Sosialisasi dilakukan agar masyarakat sadar gunakan hak pilih secara demokratis dengan sistem apapun. Kalau dengan sistem noken ya dilakukan dengan demokratis juga, mewakili warga bisa dihitung detail," ujar Tjahjo.
Politisi PDIP itu mengatakan, kunci sukses pemilu adalah jika setiap tahapan dilakukan sesuai PKPU yang sudah dibuat. Selain itu, partisipasi politik masyarakat untuk menggunakan hak pilih juga penting, demi mengurangi golongan putih (golput).
"Kunci kerawanan ada di penghitungan suara, apalagi dibutuhkan 11 menit rata-rata per orang (untuk memilih) . Kemudian per-TPS itu apakah bisa selesai pada pukul 23.00, 24.00. Itu kunci kerawanan, termasuk perhitungan suara," ujar Tjahjo.