REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberikan bantuan hukum kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melawan gugatan Sjamsul Nursalim dan tim penasihat hukum dari Kantor Hukum Otto Hasibuan dan Associates. Diketahui, Sjamsul Nursalim mengajukan gugatan di PN Tangerang atas laporan investigatif BPK terkait kasus Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, meskipun KPK bukan pihak turut tergugat, namun KPK nilai penting mendukung auditor BPK atas kasus ini. "KPK tentu akan mendukung penuh BPK dan Auditornya yang dijadikan tergugat dalam kasus ini. Karena Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPK terkait SKL pada Sjamsul Nursalim tersebut dilakukan berdasarkan permintaan KPK dalam proses penyidikan dengan tersangka SAT," kata dia di Gedung KPK Jakarta, Senin (25/2).
Terlebih, sambung Febri, dari hasil pemeriksaan BPK dan auditor BPK tersebut yang diajukan sebagai Ahli di dalam persidangan dengan terdakwa Syafrudin Arsyad Tumenggung sudah diuji di Pengadilan Tipikor, sehingga majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah.
"Setidaknya sampai tingkat pengadilan banding, putusan hakim tersebut diperkuat dan bahkan hukuman terhadap terdakwa (Syafruddin Arsyad Tumenggung) ditambah," kata Febri.
Menurut Febri, KPK juga telah beberapa kali memberikan ruang kepada Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim selaku pemegang saham BDNI untuk jalani pemeriksaan. Namun keduanya selalu mangkir, bahkan saat dijadwalkan pemeriksaan di Singapura.
"KPK sudah memberikan ruang bagi Sjamsul Nursalim untuk datang penuhi permintaan keterangan di tahap penyelidikan sebanyak dua kali. Semestinya jika ada bantahan atau sangkalan, dapat disampaikan di sana," tegas Febri.
Saat ini KPK sedang berkoordinasi dengan BPK untuk melakukan upaya-upaya yang sah dan legal secara hukum guna memberikan dukungan dalam melawan gugatan Sjamsul Nursalim. Selain itu, lembaga antirasuah itu juga tengah melakukan penyelidikan baru terkait kasus SKL BLBI tersebut.
"KPK sudah koordinasi dengan BPK dan akan melakukan upaya-upaya yang sah secara hukum untuk memberikan dukungan terhadap BPK. Kami akan hadapi hal ini," imbuh Febri.
Dalam perkara ini, majelis hakim tipikor Jakarta telah menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung. Selain itu, Syafruddin juga diganjar denda sebesar Rp700 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Majelis hakim meyakini Syafruddin terbukti bersalah karena perbuatannya melawan hukum. Dimana, menurut hakim, Syafruddin telah melakukan penghapusbukuan secara sepihak terhadap utang pemilik saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tahun 2004.
Padahal, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, tidak ada perintah dari Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menghapusbukukan utang tersebut.
Dalam analisis yuridis, hakim juga berpandangan bahwa Syafruddin telah menandatangi surat pemenuhan kewajiban membayar utang terhadap obligor BDNI, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum membayar kekurangan aset para petambak.
Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL BLBI itu menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp 4,58 triliun.