REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan pidana pemilu yang menjerat Ketua PA 212 Slamet Maarif di Surakarta, Jawa Tengah, dihentikan. "Diperoleh keputusan bahwa perbuatan yang dilakukan Slamet Maarif pada saat itu belum memenuhi unsur tipid (tindak pidana) pemilu," kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi Agus Triatmaja, saat dikonfirmasi, Senin (25/2).
Agus pun menjelaskan sejumlah alasan yang menyebabkan disetopnya kasus tersebut meski Slamet sudah sempat ditetapkan sebagai tersangka. Agus menjelaskan, dalam pengusutan kasus kmk, terdapat penafsiran makna kampanye yang berbeda-beda dari ahli pidana dan KPU.
Kemudian, kata Agus, unsur mens rea atau niat dari pelaku belum bisa dibuktikan. Ini dikarenakan, sebagai tersangka Slamet setelah dipanggil dua kali belum bisa hadir.
Sedangkan, masa penyelesaian perkara di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) memiliki tenggat waktu maksimal 14 hari. Keputusan rapat Sentra Gakkumdu Solo pun menyatakan kasus itu dihentikan.
"Perlu ditekankan, dari unsur kepolisian, menyikapi fakta itu Polri tetap bersikap netral, objektif, dan profesional, tetap mempertimbangkan dan menghargai pendapat dari semua unsur Gakkumdu," kata Agus.
Agus pun menegaskan, Polri bukan mengkriminalisasi ulama seperti yang dituduhkan saat polisi melakukan penegakan hukum kepada Slamet Maarif. Agus menyatakan, Polri tetap akan mengawal agar pemilu atau kampanye selalu dalam koridor hukum.
"Polri tetap menjaga pemilu tidak mengeksploitasi isu-isu SARA dan polri akan tetap menjamin kondusivitas keamanan dengan mengedepankan supermasi hukum," ujar Agus menegaskan.
Sebelumnya, Slamet sempat ditetapkan tersangka atas dugaan tindak pidana pemilu. Kasus ini bermula saat ada acara Persatuan Alumni 212 Solo Raya pada 13 Januari 2019.
Slamet datang sebagai salah satu pembicara. Namun, pidatonya dianggap bermuatan kampanye, sehingga Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf Solo melaporkannya ke Bawaslu Kota Solo.
Bawaslu memproses laporan itu. Setelah berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam Satgas Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), mereka menyimpulkan bahwa kasus itu layak untuk masuk ranah pidana pemilu. Bawaslu menyerahkan persoalan itu ke kepolisian.