REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) Fadjar Hutomo menilai sumber dana pembuatan produksi film nantinya akan lebih beragam selain dari investor langsung. Dia memprediksi pinjamanan perbankan nantinya dapat memberi kontribusi dalam pembuatan film meski tidak secara langsung.
"Ke depan saya lihat makin banyak pinjaman-pinjaman yang fokus pada rumah produksi atau film making," kata Fadjar di Ruang Publik Bekraf, Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (25/6).
Hal tersebut menurutnya sejalan dengan program Bekraf Akatara. Fadjar mengatakan Bekraf Akatara merupakan kegiatan forum pembiayaan dan investasi untuk perfilman Indonesia berskala nasional untuk mendukung produksi film Indonesia.
"Kami inisiasi sejak awal, Bekraf Akatara malah menerapkan adanya film fund. Semacam mutual fund yang kemudian pilihan investasinya di portofolio film misalnya," tutur Fadjar.
Hanya saja, Fadjar mengakui sejak 2017 belum ada pembiayaan perbankan untuk produksi film secara langsung. Pada dasarnya, kata dia, rantai nilai produksi suatu film tidak bisa berkaitan dengan pinjaman perbankan secara langsung.
Dia mengatakan kemungkinan pembuatan film tidak cocok dengan skema perbankan meskipun terdapat pinjaman perbankan namun melalui rumah produksi. "Yang saya tahu ada bank mendanai rumah produksi misalnya secara bisnis usahanya bukan filmnya," tutur Fadjar.
Sebagai salah satu contoh, Fadjar mengatakan Bekraf sempat bekerja sama dengan BNI Syariah untuk memproduksi suatu film dengan tema dakwah. Hanya saja, pendanaan film yang terima dari bank tersebut diberikan dalam skema wakaf.
"Nah ini sebenarnya semua saling belajar memperhatikan rantai nilai di industri ini (film) kemudian mereka memutuskan mau masuk di mana," tutur Fadjar.