REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peranan karet sintesis sebagai komoditas bahan dasar ban dinilai tidak akan menggantikan peran karet alam. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo menyatakan, peranan karet sintesis sekalipun murah dan pasokannya berlimpah, tak akan bisa menggantikan karet alam.
“Dalam produksi ban, kedua bahan baku itu (karet sintesis dan alam) merupakan compliment dalam bleeding produksi ban,” kata Moenardji saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/2).
Dia menjelaskan, keberadaan karet sintesis sampai kapanpun tidak akan bisa menggantikan peran karet alam. Meski didorong dengan teknologi ataupun inovasi canggih untuk menciptakan karet sintesis, kata dia, kalangan industri akan tetap menggunakan porsi lebih besar karet alam.
Menurutnya saat ini yang terpenting bukanlah keberadaan karet sintesis di kancah global, melainkan produksi karet alam yang harus digenjot. Adapun pasokan karet di domestik sendiri, kata dia, belum sepenuhnya melimpah. Dia justru mempertanyakan pihak-pihak yang menyebut pasokan karet domestik berlimpah.
Dia menilai, belum banyaknya produksi karet domestik diakibatkan minimnya motivasi di kalangan petani sebab harga karet kerap jatuh di kancah global. Karena suplai dan kebutuhan industri akan karet harus terpenuhi, kata dia, pengusaha siap membeli karet yang disuplai dengan berapapun harga yang ditawarkan.
“Hanya saja prinsip pengusaha itu kan, kalau beli bahan bakunya mahal, maka kami jual produk jadinya juga mahal. Sebaliknya pun berlaku begitu,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendukung langkah pemerintah dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC), di Thailand, pada (22/2) lalu, untuk menahan ekspor karet sebesar 200-300 ribu ton di kancah global. Langkah tersebut diproyeksi dapat menaikkan harga karet dunia oleh ketiga negara ITRC yakni Indonesia, Thailand, dan Malaysia.
“Jadi jauh sebelum ITRC itu digelar, Gapkindo sudah diminta untuk memberi masukan agar harga karet bisa naik,” katanya.
Menurutnya saat ini kebijakan pemerintah di ITRC sudah menimbulkan hasil yang positif menaikkan harga karet global. Dia menilai, sebagai negara pemasok karet terbesar di dunia, langkah Indonesia, Thailand, dan Malaysia masih cukup diperhitungkan dalam penentuan harga karet dunia.