REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum administrasi negara Riawan Tjandra menyarankan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik untuk warga negara asing sebaiknya dibedakan dengan KTP-e sebagai identitas warga negara Indonesia (WNI). Pembedaan ini untuk memudahkan identifikasi.
"Pemberian kartu identitas bagi orang asing perlu diadakan diferensiasi, antara KTP pada umumnya dan KTP bagi WNA. Hal tersebut untuk memudahkan pengecekan. Karena pada dasarnya KTP itu hak eksklusif," kata dia, Selasa (26/2).
Riawan menerangkan pembedaan sebaiknya dilakukan secara keseluruhan, atau setidaknya terdapat perbedaan dalam hal warna atau nomor identitas. Pembedaan semacam itu juga dilakukan oleh negera-negara lain di dunia.
Selanjutnya, pria yang sekaligus merupakan dosen hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) itu mengatakan, perlu adanya peraturan turunan yang secara spesifik mengatur KTP bagi orang asing. Sebab, Undang-Undang Administrasi Kependudukan masih membuka peluang adanya multitafsir.
"Undang-Undang itu masih perlu diberikan peraturan pelaksanaan. Setidaknya peraturan khusus di tingkat menteri atau di tingkat dirjen dukcapil yang secara spesifik mengaturnya," kata Riawan.
Menurut Riawan, negara perlu menunjung tinggi prinsip kehati-hatian dalam mengeluarkan KTP orang asing. Hal itu semata-mata untuk keperluan keamanan negara. Selain itu, pemerintah perlu membangun akses untuk dapat mengecek aktivitas dan keberadaan mereka (orang asing).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan Warga Negara Asing (WNA) dapat memiliki KTP elektronik. Dasar WNA mempunyai KTP mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Namun, mereka harus memenuhi aturan dalam Undang-Undang Administrasi dan Kependudukan (Adminduk). "Syaratnya ketat, harus punya izin tinggal tetap yang diterbitkan dari Imigrasi. Nah ini jangka waktunya terbatas bukan seumur hidup, bisa satu tahun, dua tahun atau tiga tahun dan di dalam KTP-nya ditulis dengan warga negara mana, misalnya Singapura, Malaysia sehingga KTP-El itu tidak bisa digunakan untuk mencoblos karena syarat untuk mencoblos adalah WNI," kata Zudan di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Selasa (26/2).
Sebelumnya tersebar di media sosial mengenai foto KTP-El milik tenaga kerja asing dari China di Cianjur. Bentuk KTP-El WNA itu identik dengan KTP-El untuk WNI dan hanya dibedakan dari kolom kewarganegaraan dan masa berlaku yang tidak seumur hidup.
KTP-El untuk WNA itu dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). "Mengenai yang sedang viral, adanya tenaga kerja asing atau WNA yang memiliki KTP elektronik, yang perlu saya sampaikan bahwa WNA yang sudah memenuhi syarat dan memiliki izin tinggal tetap dapat memiliki KTP-elektronik, sesuai dengan UU Administrasi Kependudukan, sehingga tidak haram WNA punya KTP-Elektronik," kata dia.