Selasa 26 Feb 2019 15:55 WIB

Kim Jong-un Disambut Hangat di Vietnam

Kim Jong-un menggunakan limosin antipeluru dan dikawal puluhan orang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden AS, Donald Trmp (kanan) dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un (kiri).
Foto: VOA
Presiden AS, Donald Trmp (kanan) dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un tiba di Hanoi, Vietnam untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Selasa (26/2).

Ia menggunakan limosin anti-peluru dan dikawal puluhan orang dalam perjalanan menuju pertemuan yang membahas perdamaian di Semenanjung Korea tersebut. Tentara, polisi dan jurnalis internasional berderet di pinggir jalan di luar Hotel Melia, Hanoi, tempat Kim menginap.

Baca Juga

Sementara itu ribuan warga setempat berkumpul di luar barikade yang dipasang polisi, berharap dapat melihat Pemimpin Korut tersebut. Mereka mengibarkan bendera Vietnam, Korut dan AS. Warga setempat juga berusaha menangkap momen dengan kamera dan telpon pintar mereka.

"Saya menyukainya, dia sangat muda dan sangat menarik, dan dia sangat berkuasa, Trump tidak muda tapi saya kira ia sangat berkuasa," kata Van Dang Luu, warga setempat yang berkerja di bank di dekat lokasi Kim menginap, Selasa (26/2).

Pihak berwenang Vietnam mengerahkan begitu banyak aparatur negaranya untuk menyambut Kim, menutup tol dan pintu masuk ibu kota yang padat. Sebelumnya pagi ini Kim melambaikan tangannya dan tersenyum di atas kereta lapis baja saat memasuki perbatasan Vietnam.

Saat tiba ia menjabat tangan pejabat-pejabat Vietnam. Kim menggunakan setelan warna putih dan sepatu bot hitam. Ia menarik perhatian di karpet merah yang digelar di stasiun Dong Dang di perbatasan Cina-Vietnam.

Beberapa jam sebelum menyeberangi perbatasan Vietnam, stasiun televisi Jepang TBS menayangkan video Kim yang sedang beristirahat untuk merokok di stasiun Cina. Seorang perempuan yang dikenal saudara perempuan Kim, yaitu Kim Yo Jong memeng sebuah asbak kristal.

Kim tiba ketika pemerintah Vietnam baru saja menyelesaikan persiapan pertemuan ini dengan terburu-buru. Mereka hanya memberikan sedikit rincian tentang pertemuan yang bakal disaksikan seluruh dunia ini. Trump tiba di Hanoi menggunakan Air Force 1 dari Washington pada sore harinya.

Seperti Karnaval

Meski banyak pakar yang tidak yakin Kim bersedia untuk menyerahkan senjata nuklirnya tapi tampaknya ia melihat hal itu sebagai satu-satunya cara untuk mempertahankan kekuasaannya. Masyarakat Hanoi menyambut pertemuan kedua antara Kim dan Trump dengan sangat meriah.

Mereka memperlakukan pertemuan tingkat tinggi ini seperti sebuah karnaval. Selain itu terjadi kemacetan di mana-mana. Pemerintah Vietnam mengatakan mereka hanya memiliki waktu 10 hari untuk mempersiapkan pertemuan Kim dan Trump ini. Jauh lebih sedikit dibandingkan pertemuan pertama yang digelar di Singapura.

Singapura memiliki waktu sekitar dua bulan untuk mempersiapkan pertemuan pertama tersebut. Tapi pejabat-pejabat Vietnam sudah menjamin keamanan dua pemimpin negara itu.  "Keamanan di level maksimal," kata Deputi Menteri Luar Negeri Vietnam Le Hoai Trung.

Keamanan yang sangat ketat ini diapresiasi pejabat-pejabat Korea Utara. Korut memang dikenal dengan memperhatikan keamanan Kim, generasi ketiga pemegang kekuasaan di negeri Asia Timur itu. Keputusan Kim menggunakan kereta dan bukannya pesawat kemungkinan dipengaruhi oleh jaminan keamanan.

Vietnam bertekad untuk memamerkan perkembangan ekonomi dan pembangunan mereka sejak Perang Vietnam.

"Saya sangat berharap dapat melihat sepintas Kim Jong-un. Dia orang yang menarik dan dia sangat jarang berpergian kemana pun jadi sangat menyenangkan bisa melihatnya di sini," kata pensiunan guru, Nguyen Trong Toan yang menunggu di pinggir jalan berharap dapat melihat Kim.

Ekspektasi hasil pertemuan di Hanoi ini sangat tinggi. Terutama setelah banyak pihak yang kecewa dengan pertemuan pertama di Singapura. Dalam sebuah rapat dengan pejabat-pejabat tingginya, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan pertemuan Kim-Trump ini menjadi kesempatan yang sangat penting untuk meraih perdamaian di Semenanjung Korea.

Pada tahun lalu Moon sudah bertemu Kim sebanyak tiga kali dan terus melobi AS agar bersedia melakukan negosiasi dengan Korut. Ia bertekad agar pertemuan ini dapat mewujudkan rencana ambisiusnya yaitu perjanjian antar-Korea, termasuk proyek ekonomi gabungan yang selama ini tidak dapat terealisasi karena sanksi Amerika terhadap Korut.

"Jika Presiden Trump sukses menyelesaikan sisa terakhir persaingan bekas Perang Dingin, maka akan menjadi prestasi luarbiasa yang tak akan terhapus dalam sejarah dunia," kata Moon.

Banyak pihak yang tidak yakin Korut bersedia menyerahkan program nuklir mereka. Ini mengingat Pyongyang yang telah banyak mengorbankan pertumbuhan ekonomi selama bertahun-tahun untuk membangun program nuklir.

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement