Selasa 26 Feb 2019 16:31 WIB

ICMI: Pilpres Urusan Politik, Bukan Soal Akidah dan Perang

Politisasi agama sekarang ini diperparah dengan pendekatan kasus dengan tangan besi.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ratna Puspita
Ketua umum ICMI Jimly Asshiddiqie
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua umum ICMI Jimly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengaku prihatin dengan perseteruan politik jelang pilpres 2019 yang cenderung berlebihan. Ia sangat menyayangkan pernyataan bahwa pilpres sebagai perang total karena seolah mengelompokkan lawan dalam pilpres sebagai kafir.

"Pilpres adalah urusan sampingan, bukan soal aqidah, jangan ada yang berlebihan, termasuk dengan doa perang badar, seolah kubu lawan ada kafir semua. Ataupun dengan pendekatan perang total, seperti sedang berhadapan dengan musuh," kata Jimly kepada wartawan, Selasa (26/2).

Baca Juga

Menurut Jimly, cara-cara mempolitisasi agama atau menggunakan kata perang di pemilu 2019 ini sangat tidak tepat. Sebab, dua pasangan calon adalah muslim dan sesama warga negara Indonesia.

Selain itu, ia menambahkan, para caleg pun banyak yang Muslim. Akibat perkataan tersebut, menurutnya, telah menyebabkan perselisihan di akar rumput semakin kuat soal perbedaan pilihan capres dan partai politik.

Kondisi ini, tambah Jimly, diperparah ketika model pendekatan kasus pelanggaran pemilu 2019 dengan tangan besi. Menurut Jimly persoalan politik yang cenderung diselesaikan dengan cara hukum di pengadilan justru memperkeras gesekan politik 2019 di akar rumput.

"Akan berapa banyak kasus hukum bernuansa politik begini yang mesti diselesaikan di pengadilan?" kata Jimly.

Jimly mencontohkan kasus tiga orang perempuan yang dituduh melakukan kampanye hitam terhadap Joko Widodo. Walaupun yang dilakukan ketiga ibu tersebut salah, Jimly berpendapat, sebaiknya kasus-kasus seperti ini tidak sampai ke ranah pengadilan, dan tidak perlu mendapat perhatian khusus dari media. 

"Tidak perlu lah di-blow up jadi berita. Mulai dari yang ambil dan share video kampanye hitam di tingkat RT begini sudah trmasuk salah, tetapi bukan berarti harus memprosesnya sebagai masalah hukum pidana. Ini sudah berlebihan," ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Ia menilai sudah banyak kasus politik terkait pilpres yang dibawa ke pengadilan, dan justru semakin memperuncing perselisihan di masyarakat. Akibat buruknya, kata dia, hukum cenderung akan dipersepsi jadi alat politik, yang dirasa makin tajam ke bawah tetapi makin tumpul ke atas. 

"Sudahlah jangan semuanya didekati dengan tangan besi, menggunakan baju hukum. Biarlah rakyat belajar cerdas dengan memilih sesuai hati nurani sebentar lagi. Insya Allah, pemungutan suara akan berjalan lancar," ujar Jimly. 

Menurut dia, hal yang juga tidak kalah penting, kedua kubu harus siap untuk saling merangkul. Karena itu, perseteruan perbedaan politik jangan dibuat terlalu keras dan kasar, mempertaruhkan kerukunan dan keharmonisan antara umat Islam dan umat beragama lainnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement