REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Sebanyak 965 warga Solo merupakan penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME). Mereka tergabung dalam 12 organisasi penganut kepercayaan kepada Tuhan YME.
Kepala Bidang Kesenian, Sejarah dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Solo, Mareta Dinar, mengatakan, berdasarkan data Dewan Musyawarah Daerah (DMD) Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan YME Indonesia (MLKI), terdapat 12 organisasi penghayat kepercayaan yang tercatat di Dinas Kebudayaan Kota Solo per 1 Januari 2019. Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 17 organisasi.
Pada 2016, bahkan jumlahnya mencapai 30 organisasi. "Sampai saat ini yang ada di Solo ada 12 kelompok penghayat. Setiap malam anggara kasih (Selasa Kliwon) kami selalu berkumpul dalam wadah MLKI," jelasnya kepada wartawan, Selasa (26/2).
Mareta menyebutkan, 12 organisasi tersebut di antaranya, Sapto Darma, Panunggalan, Purnomosidi, Pangarso Budi Utomo Roso Manunggal Jati, Perwatin, Kulawarga Kapribaden dan Mahayana. Selain itu juga ada Papandaya, Kaweruh Kodrating Pangeran, Pelajar Kaweruh Jiwa, Caraka dan Ilmu Sejati.
Mareta menambahkan, Dinas Kebudayaan bersama Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) telah melakukan sosialisasi perubahan kolom agama menjadi aliran kepercayaan sejak 2018. Dalam pertemuan terakhir, terjadi kesepakatan untuk mengubah kolom agama secara kolektif. Dispendukcapil juga menjanjikan layanan jemput bola di kantor MLKI.
Namun, realisasinya sampai saat ini belum ada yang mengganti kolom agama di KTP. "Dalam KTP mereka tetap ada kolom agama yang berisi agama yang lama. Kalau di Solo mereka hanya ingin diakui bahwa mereka punya keyakinan, KTP isinya agama tidak apa-apa. Mereka bilangnya begitu," ungkap Mareta.
Mareta menambahkan, jumlah penghayat kepercayaan di Kota Solo mengalami penurunan karena berbagai persoalan dalam memeluk keyakinan. Ada yang belum mengakui sebagai pengikut murni penghayat, melainkan hanya olah rasa. "Membedakan penghayat dengan olah rasa juga belum ada batasan jelas. Secara umum mereka bergabung dengan MLKI," imbuhnya.
Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk Dispendukcapil, Ing Ramto, menyatakan, ada beberapa alasan yang mendasari belum adanya penganut kepercayaan yang mengubah isi kolom agama di KTP. Salah satunya karena belum adanya regulasi yang mengatur terkait urusan kenegaraan. Dia menyontohkan, salah seorang aparatur sipil negara (ASN) di Solo mengurungkan niat mengubah isi kolom agama di KTP karena pada saat sumpah jabatan teknisnya akan rumit. Dalam agama lain, misalnya Islam, sumpah jabatan menggunakan Alquran.
Kendala lainnya, ketika penganut kepercayaan melangsungkan upacara pernikahan, upacara kematian dan urusan sosial lainnya. "Kalau misalnya dilakukan secara agama tertentu, nanti dikhawatirkan ada gesekan. Sebab mereka bukan penganut agama," papar Ing Ramto.
Meski demikian, Dispendukcapil tetap membuka ruang bagi penganut kepercayaan untuk mengubah status agama di KTP menjadi penganut kepercayaan. Petugas akan melayani sesuai prosedur yang ada.