REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Sofyan Djalil memastikan bahwa posisi negara tidak akan mengambil alih konsesi lahan yang belum habis periodenya. Pernyataannya mengklarifikasi anggapan umum bahwa pemerintah 'memaksa' pemilik konsesi untuk mengembalikan lahannya kepada negara. Sofyan menegaskan bahwa negara tetap mengormati kepastian hukum atas konsesi yang diberikan.
"Nggak nggak (ambil alih). Itu kepastian hukum harus kita jamin. Tetapi kalau ada yang mau kembalikan maka pemerintah dengan terbuka dan senang hati akan menerima dan kemudian akan bagikan menjadi bagian reforma agraria," kata Sofyan di Istana Negara, Selasa (26/2).
Ia menjelaskan, proses yang diharapkan pemerintah adalah pengembalian konsesi oleh pemilih secara suka rela. Baru setelahnya pemerintah akan menerima dan memanfaatkan lahan tersebut dalam program reforma agraria. Artinya proses yang terjadi bukan ambil alih dalam arti 'paksaan' pemerintah namun pengembalian secara suka rela.
Sofyan juga menampik bahwa pernyataan Capres nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi), dalam acara 'Konvensi Rakyat' di Sentul Bogor pada Ahad (24/2) lalu tidak secara spesifik menyasar pada pengusaha tertentu. Menurutnya, pernyataan bahwa pemerintah menunggu pengembalian konsesi ditujukan secara umum kepada seluruh pemilik konsesi.
"Nggak, nggak ada menyasar siapa, itu umum saja saya pikir. Statement umum dalam rangka menciptakan ekonomi yang lebih berkeadilan. Tapi pemerintah tidak akan mengambil tanah itu karena untuk menjamin kepastian investasi," katanya.
Di acara 'Konvensi Rakyat' di Sentul, Bogor pada Ahad (24/2) malam, Jokowi sempat menyinggung soal kepemilikan konsensi lahan dalam skala besar yang dimiliki sejumlah pengusaha. Jokowi mengaku siap menerima bila ada konsensi yang dikembalikan kepada pemerintah.