REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa menjelang pemilihan umum (pemilu) cukup rentan diwarnai praktik-praktik politik uang (money politics). Strategi itu biasanya demi menarik simpati orang-orang supaya memilih si pelaku ketika pemungutan suara nanti.
Sehubungan dengan itu, Ustaz Abdul Somad (UAS) memberikan imbauan-imbauan. Menurut dia, politik uang termasuk bentuk sogokan atau suap-menyuap. Perbuatan itu dilarang dalam ajaran Islam. Baik si pemberi maupun penerima mendapatkan kecaman.
Di antara dalil-dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi. Bunyinya, "Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan menerima sogokan."
Para pelaku money politics umumnya cenderung berniat memperdaya calon pemilihnya. Dalam arti, mereka menggunakan cara-cara penipuan.
Ketika kelak menjadi pejabat publik, mereka akan hitung-hitungan. Berapa rupiah dana yang keluar untuk praktik politik uang sebelumnya, serta berapa target uang yang didapatkannya selama menjabat.
UAS pun mengingatkan hadits Nabi Muhammad SAW tentang hal tersebut. "Ketahuilah, barangsiapa menipu, maka dia bukan dari golongan kami." Demikian diriwayatkan Imam Muslim.
Orang yang naik sebagai pejabat melalui jalan politik uang cenderung menjadi benalu di dalam sistem birokrasi. Imbasnya, berbagai kebijakan yang semestinya meningkatkan mutu pelayanan publik justru merusak kehidupan orang banyak.
Di sisi lain, maraknya politik uang juga merusak kemampuan kritis masyarakat pemilih. UAS menyayangkan bila seorang warga negara lebih mementingkan uang yang diterimanya dari politikus jelang pemilu daripada nasib bangsa di masa mendatang.
"(Money politics) itu merusak generasi masa depan, menodai demokrasi, dan menyuburkan kemiskinan karena malas," kata Ustaz Abdul Somad kepada Republika.co.id, Selasa (26/2).
"Pelakunya (money politics) itu pengkhianat (masyarakat). Maka, jangan mencoblosnya ketika pemilu," sambung alumnus Universitas al-Azhar (Mesir) itu.
Baca juga: Nabi SAW Melarang Sedekah dari Hasil Korupsi