REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (APKI) Lukman Zakaria meminta Pemerintah untuk mendorong agar pengusaha tak mengekspor karet mentah. Ia juga meminta pemerintah tak melulu mengandalkan ekspor bahanbaku mentah.
Menurunnya harga karet global memicu tiga negara penghasil karet dunia yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand menahan ekspor sebesar 200-300 ribu metrik ton. Lukman Zakaria menilai, ekspor bahan mentah karet membuat petani kesulitan mendapatkan harga yang ideal.
Sebab, ekspor bahan mentah karet Indonesia masih dibanderol dengan harga yang rendah. “Coba pemerintah membuat suatu terobosan dengan mengolah sendiri bahan mentah karet ini di tingkat nasional, bikin pabrik ban sendiri,” kata Zakaria saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/2).
Pengelolaan bahan mentah karet di tingkat domestik, kata dia, diproyeksi dapat meningkatkan pendapatan petani karet. Hal serupa dilakukan kedua negara tetangga yakni Malaysia dan Thailand yang mana menerapkan kebijakan hanya mengekspor produksi bahan mentah karetnya sebesar 50 persen dari total produksi yang ada.
Sehingga hal itu dinilai dapat meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, menurutnya, para petani juga dapat menentukan harga jual yang sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan tanpa perlu membayar bea keluar yang kerap dibebankan.
Sepanjang 2018, tingkat produktivitas karet Indonesia mencapai 3,76 juta ton atau naik tipis dari target yang ditentukan pemerintah sebesar 3,68 juta ton. Tahun ini, pemerintah menetapkan target produksi karet sebesar 3,81 juta ton.
Lukman menilai, upaya realisasi pencapaian hasil produksi karet harus memperhitungkan kapasitas dan kemampuan di tingkat petani. Dia mengaku, hingga saat ini pemerintah belum memberikan bantuan yang signifikan untuk membantu produksi karet nasional.
“Apa yang terjadi saat ini, kalau petani mau makan, mereka harus semakin bekerja keras. Kadang, kerja kerasnya itu pun tidak dihargai dengan sesuai (harga karet yang rendah),” katanya.