REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor meminta seharusnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) juga mengatur taksi daring. Azas menjelaskan persoalan taksi daring tidak hanya persoalan transportasi saja yang menjadi ranah Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
“Persoalan taksi daring juga ada isu-isu penggunaan aplikasi dan teknologi. Juga ada isu Usaha Kecil Menengah (UKM). Ada isu hubungan ketenagakerjaannya atau kemitraan dengan aplikator,” kata Azas usai acara sosialisasi PM 118 di Merlynn Park Hotel Jakarta, Selasa (26/2).
Untuk itu, Azas menilai harusnya banyak kementerian yang terlibat dalam mengurus persoalan taksi daring. Azas menegaskan seharusnya ada sebuah regulasi yang mengikat semua mulai dari masalah transportasi, kemitraan, aplikasi, dan juga UKM.
Azas mengatakan lebih tepat untuk mengatur taksi daring membutuhkan peraturan presiden (perpres). “Paling tidak sih perpres, tapi daripada tidak ada, saya pikir harusnya disambut baik (kementerian lain juga membuat regulasi) kalau Kemenhub membuat ini (regulasi). Kalau nunggu-nunggu yang lain susah,” jelas Azas.
Untuk itu, Azas menyarankan setelah Kemenhub membuat regulasi untuk trasnportasinya maka Kemenaker bisa mengambil persoalan kemitraan pengemudi taksi daring. Begitu juga dengan Kementerian Keuangan mengenai bisnis keuangannya dan Kominfo soal penggunaan aplikasinya.
“Harusnya begitu (semua kementerian terkait memiliki regulasi), artinya apa yang dilakukan Kemenhub ini diikuti oleh kementerian yang lain supaya lebih melengkapi,” tutur Azas.
Kemenhub saat ini sudah membuat dan mensosialisasikan aturan baru taksi daring yakni Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus. Aturan tersebut akan efektif pada Juni 2019.