REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sekretaris Jenderal PPB Antonio Guterres mengatakan sumbangan yang dijanjikan untuk kemanusiaan di Yaman mencapai 2,6 miliar dolar AS. Sumbangan itu dipimpin Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. Ada kenaikan sekitar 30 persen dari janji yang diberikan dalam konvensi Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC).
"Dua puluh juta orang tidak dapat memberi makan diri mereka sendiri dan keluarganya, sekitar 10 juta orang hanya satu langkah dari kelaparan," kata Guterres, Selasa (26/2).
Yaman yang dilanda perang berkepanjangan mengalami krisis kemanusiaan terburuk saat ini. Sebanyak 80 persen atau sekitar 24 juta pendudukan membutuhkan bantuan dan perlindungan. PBB mengadakan konferensi bantuan di Jenewa, Swiss sebagai upaya mendapatkan dana sebesar 4 miliar dolar AS dari negara anggotanya untuk membantu Yaman.
Para pejabat PBB mengatakan mereka kehabisan uang untuk membantu Yaman yang kini menghadapi krisis sistem kesehatan, pengangguran besar-besaran, dan terus berjuang dari epidemi kolera terburuk pada 2017. Di sisi lain, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab juga aktif berperang di Yaman.
Mereka memimpin koalisi negara-negara Barat untuk mendukung pemerintah Yaman yang bertempur dengan pemberontak Houthi yang didukung Iran. Perang ini mengakibatkan jutaan rakyat Yaman mengungsi dari negaranya.
Sebelumnya, Guterres mengatakan hak asasi manusia sudah kehilangan tempatnya di dunia. Ia juga mengecam xenophobia, rasialisme, dan intoleransi. Guterres memulai pertemuan tingkat tinggi UNHRC dengan mengungkapkan kekhawatirannya dengan semakin banyak jurnalis dan aktivis yang menjadi sasaran membuat 'menyusutnya ruang masyarakat sipil'.
Guterres mengatakan selama tiga tahun terakhir ini ada lebih dari seribu jurnalis dan pembela HAM yang dibunuh. Guterres menambahkan pada tahun lalu empat aktivis lingkungan yang sebagai besar masyarakat adat dibunuh setiap pekannya.
"Kami harus lebih melindungi pembela HAM dan mengakhiri serangan balasan kepada mereka yang membagikan kisah hak asasi mereka," kata Guterres.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap ketidaksetaraan ekonomi. Guterres juga memperingatkan penyalahgunaan 'big data' dan teknologi pengenalan wajah.