REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut aliran dana terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera). Dalam penyidikan kasus ini, tim penyidik KPK telah menyita rumah dan tanah milik seorang Kepala Satuan Kerja (Kasatker) di lingkungan Kempupera, Senin (25/2).
"Kemarin penyidik telah lakukan Penyitaan Rumah dan tanah seorang Kasatker di Kempupera," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (26/2).
Namun, Febri masih enggan menyebut identitas pejabat Kempupera yang rumah dan tanahnya disita tim penyidik. Febri hanya menyebut rumah dan tanah yang berada di Taman Andalusia, Sentul City, Bogor tersebut memiliki nilai yang diperkirakan sekitar Rp 3 miliar.
"Estimasi nilainya Rp 3 miliar," ungkap Febri.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK juga terus menerima pengembalian uang dari pejabat Kempupera. Uang tersebut diduga diterima oleh pejabat Kempupera terkait proyek air minum di sejumlah daerah.
Febri menuturkan, hingga saat ini terhadap sekitar 55 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang memegang proyek SPAM di sejumlah daerah yang mengembalikan uang kepada KPK. Uang yang dikembalikan para pejabat Kempupera itu secara total mencapai Rp 20,4 miliar, 148.500 dollar AS dan 28.100 dollar Singapura.
"Terdapat tambahan pengembalian uang dalam kasus SPAM. Sampai saat ini 55 orang PPK di Kementerian PUPR yang memegang proyek SPAM (dikerjakan oleh PT. WKE dan PT. TSP) di sejumlah daerah telah mengembalikan uang secara bertahap ke KPK dengan nilai total sekitar Rp 20,4 miliar, 148.500 dollar AS dan 28.100 dollar Singapura" kata Febri.
KPK, sambung Febri, menghargai sikap kooperatif para pejabat Kempupera ini. Uang yang dikembalikan selanjutkan akan disita dan dimasukan dalam berkas penanganan perkara yang sedang berjalan.
"KPK menghargai pengembalian uang ini," katanya.
Dalam kasus ini, delapan orang ditetapkan sebagai tersangka. Empat di antaranya sebagai pihak pemberi yakni Direktur Utama PT Wijaya Kesuma Emindo (WKE), Budi Suharto; Direktur PT WKE, Lily Sundarsih; Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Irene Irma; Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo.
Kemudian sebagai pihak penerima, Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare; PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kusrinah; Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar; dan PPK SPAM Toba I, Donny Sofyan Arifin.
Total barang bukti yang diamankan KPK dalam kasus ini uang sejumlah Rp 3.3 miliar, 23.100 dollar Singapura dan 3.200 dollar AS. Dalam kasus ini, Anggiat, Meina, Nazar dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait proyek pembangunan SPAM tahun 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuruan, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Sementara 2 proyek lain yang juga diatur lelangnya yaitu pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Lelang diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP.
Anggiat diduga menerima fee untuk pemulusan proyek-proyek itu sebesar Rp850 juta dan 5 ribu dollar AS, Meina menerima Rp1,42 miliar dan 22 ribu dollar AS. Kemudian, Nazar menerima Rp2,9 miliar dan Donny menerima 170 juta.