Selasa 26 Feb 2019 22:45 WIB

Kemenkes Sebut Penanganan Kesehatan di Riau Ranah Dinkes

Dinas kesehatan setempat merupakan otoritas yang bertanggung jawab di kesehatan

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Siaga Darurat Karhutla: Petugas pemadam kebakaran Manggala Agni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memadamkan kebakaran lahan gambut di Kota Dumai, Riau, Selasa (26/2/2019).
Foto: Antara/FB Anggoro
Siaga Darurat Karhutla: Petugas pemadam kebakaran Manggala Agni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memadamkan kebakaran lahan gambut di Kota Dumai, Riau, Selasa (26/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut penanganan kesehatan masyarakat Riau yang terpapar asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan wewenang Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Achmad Yurianto mengaku dari awal pihaknya sudah memberi tahu Dinas Kesehatan Riau supaya antisipasi karhutla karena hotspot sudah terlihat. Kemudian, dia melanjutkan, dinas kesehatan setempat merupakan otoritas yang harus bertanggung jawab di bidang kesehatan. 

"Karena tidak mungkin ketika karhutla terjadi di sana dan yang bertanggung jawab adalah kami (Kemenkes) padahal ada otonomi daerah," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (26/2).

Karena otoritas itulah, ia menyebut Dinkes di seluruh provinsi di Indonesia harus menyiapkan buffer stock obat dan bahan sesuai kebutuhan daerahnya selama enam bulan. Ini termasuk Dinkes Riau yang mestinya menyiapkan obat-obatan untuk infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan masker untuk daerah yang sering terkena asap. Jadi, ia menyebut Dinkes setempat pasti telah menyebarkan masker kepada warga setempat.

"Tetapi itu semua kan kembali ke perilaku masyarakatnya. ada masyarakat yang sudah mendapatkan masker tetapi benda itu tidak dipakai, atau ada juga yang hanya untuk menutup mulut," katanya 

Selain itu, ia menyebut Kemenkes melakukan pemantauan yang berdasarkan pencitraan satelit PVMBG, BMKG, dan sebagainya. Pihaknya juga meminta pemerintah daerah setempat kerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan lembaga terkait supaya tidak membiarkan karhutla menyebar, apalagi kebakaran ini bukan yang pertama kali. Ia menyebut fenomena ini sebenarnya terjadi setiap tahun dan sudah menginjak tahun ke-13.

"Makanya kami melakukan upaya promotif dan preventif seperti meminta masyarakat hati-hati karena asap karhutla mengandung karbon yang berbahaya buat pernapasan terutama untuk yang punya riwayat penyakit jantung dan paru-paru seperti asma dan bronkitis. Jadi menghindar dulu dan jangan keluar rumah," ujarnya.

Kalaupun terpaksa keluar rumah karena harus sekolah, bekerja atau beraktivitas dinluar dan terkena asap, ia meminta masyarakat menggunakan masker dengan benar. Selain itu, kalau sudah terlanjur jatuh sakit akibat asap seperti hidung berlendir, ia meminta masyarakat segera berobat ke tempat pelayanan kesehatan setempat. Sebab, orang yang terkena penyakit dan memiliki cacat bawaan penyakit paru-paru bisa meninggal karena dipicu asap.

"Jadi jangan ditunggu sampai parah," ujarnya.

Yang terpenting, ia meminta kesadaran masyarakat dan perusahaan untuk tidak sengaja membakar lahan dan hutan di Riau. Sebab, upaya kesehatan tidak akan efektif maksimal selama karhutla masih terjadi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement