REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Terdakwa yang juga Bupati Bekasi nonaktif, Neneng Hassanah Yasin menjalani sidang perdana terkait perkara suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Rabu (27/2). Dalam sidang perdana tersebut, Jaksa dari KPK Dody Sukmono mengungkapkan, bahwa terdakwa Neneng Hassanah Yasin menerima aliran dana terkait suap perizinan pembangunan kawasan terpadu Meikarta sebesar Rp 10,8 milliar dan 90 ribu dolar Singapura.
Selain Neneng, sidang perdana tersebut juga menghadirikan terdakwa dari jajaran Pemkab Bekasi, yaitu Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Dewi Tisnawati dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi yang diduga turut membantu memuluskan perizinan proyek tersebut. Para terdakwa tersebut diduga mendapatkan uang suap dari pejabat PT Lippo Cikarang dengan jumlah yang berbeda-beda.
"Para terdakwa telah menerima uang seluruhnya sejumlah Rp 16.182.020.000 dan 270 ribu dolar Singapura," ujar Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Dalam rinciannya Jaksa menyebutkan terdakwa Jamaludin menerima Rp1,2 miliar, terdakwa Dewi Tisnawati menerima Rp1 miliar dan 90 ribu dolar Singapura, terdakwa Sahat Maju Banjarnahor menerima Rp 952 juta dan terdakwa Neneng Rahmi Nurlaili menerima Rp 700 juta. Jaksa juga dalam persidangan menyebutkan adanya aliran dana ke Sekda Jawa Barat, Iwa Karniwa dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi yang masih belum berstatus sebagai tersangka.
"Di dalam dakwaan kami uraikan ada enam peristiwa pemberian dan itu akan kami uji didalam persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi yang sebelumnya sudah disidangkan," kata Jaksa.
Ia mengatakan, fakta-fakta di persidangan terdakwa Billy Sindoro Cs akan menjadi pertimbangan di perkara sidang Neneng sebagai terduga penerima uang suap tersebut. "Sementara perkara sebelumnya kan sudah kita tuntut, sudah kita uraikan fakta-fakta persidangannya, itu akan menjadi pertimbangan di perkara yang ini," katanya.
Neneng serta terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, nama Bos Lippo Group, James Riady kembali disebut jaksa saat sidang perdana dengan terdakwa Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin beserta empat terdakwa lainnya. Peran James disebutkan oleh jaksa pernah menemui Neneng dan mengajukan sejumlah perizinan mendirikan bangunan terkait dengan proyek Meikarta.
"Pertemuan tersebut membicarakan tentang perkembangan perizinan pembangunan Meikarta," kata Jaksa dalam dakwaannya.
Jaksa menyebut James bersama terdakwa Billy Sindoro menemui Neneng sekitar Januari 2018. Selanjutnya pada sekitar Mei 2018, Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa Utama mengajukan permohonan IMB untuk proyek Meikarta sejumlah 53 apartemen dan 13 basement. Dalam proses itu, jaksa menduga ada proses tindak pidana korupsi dalam bentuk penyuapan yang diduga dilakukan oleh pihak Meikarta kepada jajaran Pemkab Bekasi.
"(Suap diberikan) agar para terdakwa (Neneng beserta yang lainnya) memberikan kemudahan dalam pengurusan izin mendirikan bangunan atau IMB kepada PT Lippo Cikarang melalui PT Mahkota Sentosa, yang mengurus perizinan pembangunan proyek Meikarta," kata Jaksa KPK.