REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendesak kepolisian untuk menjelaskan alasan penghentian kasus dugaan pelanggaran kampanye Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Maarif. Wakil Direktur Saksi TKN, Lukman Edy mendesak hal tersebut agar kualitas pemilihan umum (Pemilu) 2019 tetap terjaga.
"Pihak kepolisian ini agak punya pertimbangan yang belum kami pahami, apa yang menjadi pertimbangan kepolisan untuk menghentikan kasus ini," ujar Lukman Edy di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/2).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut mengaku heran dengan pertimbangan kepolisian mencabut stastus tersangka Slamet Maarif. Sebab, ia takutkan akan ada kasus pelanggaran kampanye yang berbalut kegiatan agama di wilayah lain.
"Saya kira pihak kepolisan wajib menjelaskan apa (alasan) di balik itu semua," ujar Lukman Edy.
TKN pun mendukung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), yang juga mengaku heran terkait pencabutan kasus dan status tersangka Slamet Maarif. "Karena sekali lagi tidak boleh ada dalam mengisi tahapan pemilu ini dengan sembrono. Baik itu perseorangan, lembaga, capres, caleg atau pihak terkait lainnya," ujar Lukman Edy.
Sebelumnya, Slamet Maarif ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Hal itu diatur dalam Pasal 521 atau Pasal 492 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ketua Bawaslu, Abhan mengatakan, kasus dugaan pelanggaran pemilu oleh Slamet Maarif idealnya ditindaklanjuti ke tahap selanjutnya, bukan justru dihentikan. Menurut Abhan, semestinya kepolisian dan kejaksaan mempertimbangkan sejumlah hal sebelum memutuskan untuk melanjutkan atau memberhentikan suatu kasus pidana pemilu.
Abhan menjelaskan, yang perlu dipahami semua pihak yakni mekanisme pelangggaran pidana pemilu bukan hanya otoritas mutlak dari Bawaslu. "Penentuannya ada di tahap ketiga, di mana Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan sepakat ada unsur dugaan tindak pidana pemilu," ujar Abhan.
Kepolisian menolak anggapan penghentian penyidikan terhadap Slamet Maarif sebagai keputusan yang politis. Juru Bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menegaskan, penghentian penyidikan dalam kasus dugaan pidana kampanye tersebut murni lantaran tim penyidik tak menemukan bukti-bukti yang cukup.
"Tidak ada itu (politis). Kepolisian profesional dalam semua proses penyidikan. Karena itu menyangkut integritas para penyidik," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/2).
Pun menurut dia, kasus penyidikan terhadap Slamet, tak menjadikan kepolisian sebagai tim tunggal dalam pengungkapan. Dedi mengatakan, penyidikan dugaan pidana pemilu, melibatkan tim lain dari penyelenggara pemilu dan kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Di dalam tim tersebut, proses gelar perkara tak menemukan adanya bukti yang cukup untuk dilanjutkan ke penuntutan. Itu sebabnya, kepolisian mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3).
"Saat gelar perkara, semua tim kan diundang. Jadi tidak cuma dalam perspektif penyidik kepolisian. Kesimpulan dari gelar perkara itu, diputuskan untuk dihentikan," sambung Dedi.