REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute Criminal and Justice Reform (ICJR) membuat rekomendasi agar pemerintah mulai menerapkan pemidanaan di luar penjara agar penjara tak semakin sesak. Itu karena lapas atau rutan semakin kelebihan kapasitas (overcrowding.)
Data terbaru Ditjen PAS Kemenkumham menunjukkan, pada Januari 2019, jumlah narapidana ataupun tahanan mencapai 203 persen dari total kapasitas lapas maupun rutan. "Sebagai langkah awalnya dengan memunculkan kebijakan pemidanaan yang tidak mengutamakan penjara. Saatnya optimalisasi alternatif pemidanaan nonpenjara," ujar Peneliti ICJR, Genoveva Alicia, di Jakarta, Rabu (27/2).
Menurut Genoveva, Indonesia sudah mengenal konsep pemidanaan alternatif lewat beberapa konsep. Yakni, pidana denda, pidana pengawasan, pidana kerja sosial, pidana angsuran, pengembalian kepada orang tua, rehabilitas pengguna dan korban penyalahgunaan.
Namun, pidana alternatif tersebut tidak dilakukan oleh para penegak hukum karena sejumlah alasan. Alasan paling sering keluar adalah tidak ada tujuan untuk menerapkan pidana alternatif sebagai hukuman.
Hal itu karena masih banyak yang menilai pidana alternatif tidak menimbulkan efek jera. Genoveva menyebutkan, ICJR melihat pemerintah tidak membuat regulasi pendukung untuk penerapan pidana alternatif.
Saat ini, kata dia, pemerintah belum membuat aturan teknis pidana alternatif sebagai pedoman penegak hukum dalam penerapan hukuman alternatif. Ia juga melihat, koordinasi antarlembaga sekaligus sarana-prasarana untuk penerapan pidana belum optimal.
Hal tersebut diperburuk dengan adanga persepsi negatif publik terhadap penerapan pidana alternatif. "Kepercayaan masyarakat minim. Ini menjadi masalah ketika pidana alternatif tidak familiar, akan ada pandangan bahwa jaksa itu korup," jelas Genoveva.