REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengajak pengusaha untuk berinvestasi dan melakukan ekspansi di tahun politik. Sebab, di tengah kondisi yang tidak pasti saat ini, harga-harga yang ditawarkan untuk berinvestasi cenderung lebih murah. Dampaknya, kemungkinan pengusaha untuk meraih untuk bisa lebih besar.
Ketika nanti suasana sudah semakin membaik, JK menambahkan, harga-harga akan kembali naik. Terlebih, Indonesia memiliki 260 juta masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai konsumen. "Mereka akan siap belanja," ujarnya dalam acara CNBC Economic Outlook Report di Jakarta, Kamis (28/2).
Pada tahun politik ini, JK menambahkan, banyak sektor yang berpotensi mendulang keuntungan. Calon-calon investor dapat ‘bermain’ di sektor ini, di antaranya adalah bisnis di bidang kaos seperti usaha konveksi kaos maupun spanduk.
JK mengakui, banyak calon investor yang masih wait and see karena melihat tingginya unsur ketidakpastian. Tapi, ia memastikan, pemerintah tetap menjalankan program-program yang mendukung pertumbuhan ekonomi, termasuk Kementerian Keuangan dalam menjalankan insentif fiskalnya.
Salah satu daya tarik yang dimiliki Indonesia di mata investor adalah optimisme terhadap pertumbuhan ekonominya. JK menilai, data-data mengenai inflasi, penerimaan pajak dan insentif fiskal yang digencarkan pemerintah akan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi di atas lima persen.
Pada tahun ini, JK menambahkan, pemerintah juga sudah membagi fokus antara pembangunan infrastruktur dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kedua aspek ini dinilai mampu membantu pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tahun ini ditargetkan mencapai 5,3 persen.
Dari berbagai sektor, JK menunjuk, manufaktur menjadi sektor terpenting yang akan terus menjadi prioritas pemerintah. Sebab, nilai dan dampak ekonomi yang dihasilkan lebih besar. "Meski kita banyak tertinggal, manufaktur dapat memajukan negara ini," tuturnya.
JK membandingkan manufaktur dengan sektor pertanian. Menurutnya, serajin-rajinnya dan sekuatnya seorang petani menggarap sawah, pendapatan tertinggi mereka hanya mampu menyentuh Rp 1 juta per bulan. Sedangkan, serendah-rendahnya upah minimum regional (UMR) buruh di industri adalah Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta per bulan.
Artinya, JK mengatakan, pendapatan yang bisa didapatkan di sektor manufaktur hampir tiga kali lipat dibanding dengan pendapatan petani di sawah. Sekarang, tugas pemerintah adalah meningkatkan potensi industri manufaktur dengan tetap mengupayakan meningkatkan produktivitas petani.
Sementara itu, pengusaha Chairul Tanjung mengatakan, ketidakpastian tidak hanya dirasakan dalam skala nasional. Di tingkat global, suasana ini juga dirasakan melalui berbagai kejadian. Di antaranya, perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina yang belum mengarah pada situasi damai.
Selain itu, ada peristiwa Brexit. Pada dua tahun lalu, Inggris menyatakan keinginan keras untuk keluar dari Uni Eropa. Tapi, sekarang, mereka mulai berpikir bagaimana caranya untuk menarik permintaan tersebut. "Kondisi ini menggambarkan betapa dinamisnya geopolitik, geoekonomi dan kebijakan global," tutur Chairul.
Tidak hanya tahun politik, ketidakpastian di tingkat nasional juga dipengaruhi oleh perubahan generasi. Generasi milenial semakin banyak dan mereka akan menjadi penguasa pasar. Dengan karakteristik yang berbeda dibanding dengan generasi sebelumnya, Chairul melihat, dominasi mereka akan mengubah gaya hidup dan perilaku pasar.
Kombinasi antara kondisi domestik dan global ini yang membuat pelaku pasar bertanya-tanya. "Akibatnya, banyak orang melakukan wait and see, baik investor asing maupun lokal," ujar Chairul.