Kamis 28 Feb 2019 13:24 WIB

Akui Salah, Ratna Minta Hakim Mengadilinya tanpa Tekanan

Ratna mengakui kesalahannya, tetapi keberatan dengan sejumlah kronologi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ratna Puspita
Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2019).
Foto: Republika/Prayogi
Terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa penyebar kabar bohong Ratna Sarumpaet kembali mengakui dirinya bersalah. Dalam tanggapan lisannya terhadap dakwaan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), perempuan 69 tahun itu menegaskan kembali atas aksinya menyebarkan kabar bohong sebagai prilaku yang patut disalahkan. 

Namun, Ratna meminta agar majelis hakim, dan jaksa memberikan rasa keadilan terhadap dirinya berdasarkan hukum. Bukan atas dasar kekuasaan atau tekanan dari penguasa.

“Saya salah. Kalau saya harus dipidana dalam persidangan ini, saya memang mengaku salah. Tetapi untuk bangsa ini, kita harus mengerti bahwa, di atas segalanya adalah hukum. Bukan kekuasaan. Terimakasih,” kata Ratna menanggapi dakwaan JPU di PN Jaksel, Kamis (28/2).

Ratna Sarumpaet menjalani sidang perdana kasus kabar bohong yang menjeratnya. Saat persidangan, tim JPU mendakwa Ratna dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE 2008.

Jaksa meyakinkan majelis hakim yang dipimpin Hakim Joni tentang aksi Ratna yang sengaja melakukan dan menyebarkan kabar bohong. Dalam dakwaan setebal 16 halaman, Jaksa Daru Tri Sadono mengatakan, Ratna melakukan penyebaran kabar bohong lewat seluler pribadi.

Penyebaran berupa mengirim foto atau gambar tentang kondisinya yang luka dan lebam, akibat dikeroyok sejumlah orang di Bandung, Jawa Barat (Jabar), pada medio September 2018. Padahal, kata JPU, kondisi luka lebam pada bagian wajah Ratna, disebabkan akibat operasi perbaikan wajah atau pengencangan kulit muka.

Kabar bohong yang dilakukan Ratna tersebut, menurut JPU berujung pada keresahan di masyarakat.  “Bahwa perbuatan terdakwa mengirimkan foto atau gambar wajah terdakwa yang lebam dan bengkak akibat penganiayaan disertai dengan kata-kata atau kalimat-kalimat, dan pemberitahuan tentang penganiyaan yang dialaminya kepada banyak orang, yang ternyata hal tersebut merupakan berita bohong, dan telah menciptakan sikap pro dan kontra di kelompok masyarakat,” begitu kata Daru, dalam dakwaan.

Majelis hakim memberi kesempatan kepada Ratna dan tim pendamping hukum untuk menanggapi dakwaan JPU. Dalam tanggapannya, Ratna mengaku paham apa yang disangkakan kepadanya.

Namun, ia keberatan dengan sejumlah kronologi dalam dakwaan JPU. Terkait itu, Hakim Joni meminta keberatan Ratna agar disampaikan dalam eksepsi pada persidangan kedua, Rabu (6/3) mendatang.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement