Kamis 28 Feb 2019 14:46 WIB

NU Tolak Penegakan Khilafah

Tak ada kewajiban menegakkan khilafah dalam satu kekuasaan politik.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Munas NU. Pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) yang dihadiri para ulama NU, Presiden RI Joko Widodo dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj, di Pompes Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (27/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Munas NU. Pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) yang dihadiri para ulama NU, Presiden RI Joko Widodo dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj, di Pompes Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID,BANJAR -- Katib ‘Aam PBNU Kiai Yahya Cholil Staquf mengatakan organisasi trans nasional yang berupaya menegakan khilafah tak ubahnya komunis yang menginginkan rezim komunis berlaku untuk seluruh dunia. Keduanya, menurut Yahya hanya menghasilkan kekacauan dan kemelut di seluruh dunia.

Karenanya, jelas dia, NU menolak ideologi transnasional yang mengusung tegaknya khilafah universal. “Harus ditolak (khilafah universal) dan kembali kepada asal dari nilai-nilai agama yaitu rahmah dan kemanusiaan, akhlakul karimah,” kata Yahya usai memimpin sidang batsul masail Maudu'iyah dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Kota Banjar, Jawa Barat pada Kamis (28/2). 

Baca Juga

Kiai Yahya mengatakan tak ada kewajiban mengupayakan khilafah universal di bawah satu kekuasaan politik. Ia mengatakan umat Islam di seluruh dunia harus menerima negara dan bangsa, menjadi warga negara yang berdaulat dan merdeka.

Karena itu pula, jelas dia NU terus berupaya untuk menawarkan sikap moral NU kepada dunia yakni ukhuwah Islamiah, ukhuwah wathoniah dan ukhuwah bassyariah. 

“Kita menghadapi kebutuhan dunia untuk mendapat masukan, kita ingin menawarkan porsi moral yang sudah ditetapkan NU kepada dunia, dan itu berarti kita harus mempunyai argumen untuk menjelaskannya,” katanya.

Hingga berita ini ditulis, peserta Munas dan Konbes NU masih menggelar batsul masail. Rencanya malam nanti hasil dari masalah-masalah yang dibahas akan diumumkan. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement