REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Lemhanas Agus Widjojo menilai, wacana memasukkan personel TNI ke institusi sipil harus mengacu Undang-Undang (UU). Penempatan personel TNI di luar institusi yang ada di UU harus melihat pada kebutuhan institusi sipil itu sendiri.
"Di luar itu, harus merupakan kebutuhan instansi sipil tersebut terhadap kompetensi yang hanya dimiliki oleh personel militer," ujar Agus di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Kamis (28/2).
Proses memasukkan personel itu sendiri, kata Agus harus dibicarakan oleh panglima dan pimpinan institusi sipil yang akan dimasuki itu. Mengingat, di dalam institusi sipil sudah ada Aparatur Sipil Negara dengan jenjang karirnya. "Jadi nggak bisa serta-merta terus memutuskan begitu saja," kata dia.
Untuk realisasi penempatan, Agus menyatkaan bisa saja dilakukan revisi undang-undang. Wewenang itu, kata Agus, dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI)
Agus menilai menumpuknya perwira non-job di tubuh TNI disebabkan bukan dalam waktu uang singkat. Ia menilai, ada permasalahan dalam pembinaan personalia. "Diperkirakan persoalan utama itu berasal di dalam manajemen personalia," ujar dia.
Sementara, Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu membantah wacana penempatan personel TNI non-job ke jabatan sipil adalah upaya dwifungsi layaknya dwifungsi ABRI pada masa orde baru.
"Itu kan ada permintannya yang sudah mau pensiun-pensiun itu, gak ada kaya dulu dwifungsi ABRI gak ada," kata Ryamizard saat ditemui di Kompleks Parlemen RI Senayan, Jakarta, Rabu (27/2).
Ryamizard tak mau menjelaskan lebih jauh soal wacana yang didengungkan Panglima TNI Hadi Tjahjanto beberapa waktu lalu. Ryamizard beranggapan, masuknya TNI ke ranah publik tak akan menimbulkan friksi dengan pejabat sipil yang menjabat dalam suatu institusi yang sama bila diatur dengan benar. "Tidak, Tidak ada, tidak ada gesek-gesek," ujarnya.
Wacana mengkaryakan TNI muncul dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Ia mewacanakan kebijakan perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) TNI masuk ke kementerian/lembaga negara. Wacana itu dianggap solusi atas banyaknya pejabat tinggi dan menengah di tubuh TNI yang belum mendapat jabatan alias non job.
Hadi pun mengusulkan revisi Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. UU TNI mengatur bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada sejumlah kementerian yang telah dicantumkan, di antaranya, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Lemhanas, Badan Narkotika Nasional, dan yang teranyar adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Revisi yang diwacanakan Hadi akan memungkinkan TNI menduduki kursi birokrat dengan lingkup lebih luas sesuai dengan jumlah pati dan pamen yang nonjob.