REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Provinsi Gorontalo menargetkan produksi komoditas jagung sepanjang tahun 2019 mencapai 1,7 juta ton. Lebih dari 60 persen profesi masyarakat Gorontalo yang menjadi petani komoditas pangan mendorong Gorontalo untuk dapat meningkatkan produksi dari tahun ke tahun.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, Muljadi Mario, mengatakan, mengacu pada angka ramalan II Badan Pusat Statistik, total produksi jagung sepanjang 2018 sudah mencapai 1,56 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan dari total area panen seluas 343.241 hektare.
Tahun ini, Dinas Pertanian menargetkan luas tanam paling tidak harus mencapai 405.352 hektare agar target 1,7 juta ton bisa diraih dengan tingkat produktivitas jagung maksimal saat ini sebesar 9,6 ton per hektare.
Menurut Muljadi, peningkatan target produksi itu karena komoditas jagung mulai mampu memperbaiki taraf hidup masyarakat petani. “Terkait kesejahteraan petani, kita melihat dari nilai tukar usaha petani (NTUP) yang dikeluarkan BPS. Hasilnya terus meningkat sejak tahun 2015,” kata Muljadi saat ditemui Republika.co.id di Kabupaten Gorontalo Utara, Kamis (28/2).
EKSPOR JAGUNG: Hamparan bukit pertanaman komoditas jagung di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, menjelang musin panen raya, Kamis (28/2). Tahun ini, Provinsi Gorontalo menargetkan produksi jagung sebesar 1,7 juta ton sekaligus ekspor 150 ribu ton ke Filipina.
Mengacu angka statistik BPS Provinsi Gorontalo, NTUP tahun 2015 sebesar 112,16 lalu naik menjadi 118.39 pada tahun 2016. NTUP Gorontalo kemudian kembali mengalami perbaikan pada 2017 menjadi 119,70.
Menurut Muljadi, perbaikan NTUP itu juga didorong oleh stabilitas harga jagung di provinsi Gorontalo. Terlebih, ketika Kementerian Perdagangan menetapkan harga acuan pembelian jagung di petani minimal sebesar Rp 3.150 per kilogram.
“Kita harga relatif stabil karena di setiap kabupaten ada pembeli dan gudang penyimpanan. Ya, rata-rata harga jagung antara Rp 3.200 – Rp 3.400 per kilogram. Tidak begitu banyak kendala yang dihadapi petani,” ujarnya.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam kesempatan yang sama mengklaim, pemerintah sejak tahun 2015 mulai memprioritaskan penggunaan bibit unggul yang diberikan secara gratis kepada petani. Bibit unggul tersebut, kata dia, memiliki produktivitas yang lebih tinggi.
Rata-rata, dari semula produktivtias hanya 3-5 ton per hektare, dengan menggunakan bibit unggul naik menjadi 7 ton per hektare. Di sisi lain, pemerintah modernisasi dengan mengutamakan penggunaan alat dan mesin pertanian agar waktu panen dan tanam lebih cepat.
“Tujuan menggunakan alsintan supaya waktu panen lebih cepat sehingga musim tanam juga dipercepat. Jadi dalam waktu enam bulan sudah ada yang bisa panen selama dua kali,” ujar dia.