REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama telah menetapkan keputusan untuk memberhentikan Hayati Syafri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di IAIN Bukittinggi. Hayati diberhentikan karena alasan melanggar disiplin pegawai berdasarkan rekam jejak absensi di kepegawaian IAIN Bukittinggi.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah melalui proses audit dan investigasi secara komprehensif dan mendalam oleh Inspektorat Jendral Kementrian Agama. Dia juga menegaskan, keputusan ini bukan semata-mata diambil karena Hayati mengenakan cadar, melainkan karena pelanggaran disiplin kepegawaian.
“Jadi tentu pertimbangannya cukup panjang, sekali lagi saya tekankan bahwa keputusan itu diambil bukan karena yang bersangkutan mengenakan cadar. Tapi semata mata karena melanggar disiplin kepegawaian di PP 55 Tahun 2007,” kata Kamaruddin saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/2).
Menurut hasil investigasi yang dilakukan Kemenag, Hayati terbukti sering kali tidak hadir dan frekuensi ketidakhadirannya telah melampaui batas maksimal. Melalui pertimbangan ini, kata Kamaruddin, Hayati memang sudah seharusnya diberhentikan. “Jadi yang bersangkutan, menurut hasil temuan Irjen memang sudah harus diberhentikan, karena sering tidak masuk kelas,” jelas dia.
Meski begitu, Kamaruddin menekankan bahwa Hayati masih memiliki peluang untuk membela diri melalui pengajuan banding. Kamaruddin juga membantah jika Kemenag dianggap tidak adil dalam mengeluarkan keputusan.
“Saya kira tidak juga lah, jadi kalau dia membantah itu kan harus ada bukti, dan masih ada jalan melalui banding,” ujar Kamaruddin.
Menurut Kamaruddin, jika Hayati merasa diperlakukan tidak adil atau diskriminatif, maka pengajuan banding dapat dilakukan, sehingga keputusan pemecatan tersebut dapat kembali dipertimbangkan. Selain itu, Kamaruddin juga menjelaskan, jika dalam banding tersebut Hayati terbukti benar, maka keputusan Kemenag mengenai pencabutan ASN dapat dianulir.
“Kalau memang dia benar, dan Kemenag salah, maka keputusan itu bisa dianulir. Jadi silakan saja, karena memang ada jalan dan prosedurnya,” tegas dia.
Dia menegaskan, tidak mungkin tiba-tiba Menag mencabut hanya karena pertimbangan yang tidak kuat. "Makanya silahkan saja mengajukan banding kalau memang yang bersangkutan merasa diperlakukan tidak adil,” tambah Kamaruddin.
Di sisi lain, Kamaruddin juga mempertanyakan maksud dari kata adil yang dipertanyakan Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sumatra Barat (MUI Sumbar), Buya Gusrizal Gazahar terkait keputusan Kementrian Agama (Kemenag) untuk mencabut status Hayati Syafri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di IAIN Bukittinggi. Menurut Kamaruddin, keputusan yang ditetapkan Kemenag telah melalui proses yang panjang dan komprehensif.
“Adil yang mereka inginkan itu gimana maksudnya? Karena keputusan itu, menurut Kemenag diambil setelah proses panjang,” kata Kamaruddin saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/2).
“Jadi aturan harus tetap ditegakkan, ketika memang sudah melanggar aturan dan pelanggarannya nyata, dan tidak bisa lagi ditoleransi, ya keputusan harus diambil. Jika yang bersangkutan terbukti benar, maka keputusan itu bisa dicabut. Bisa,” jelas Kamaruddin.