REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selanjutnya, Said Hawwa berpendapat bahwa Ikhwanul Muslimin (IM) mewadahi keinginan untuk mewujudkan jamaah. Lebih dari itu, organisasi ini juga mengedepankan reformasi dan kemajuan umat Islam di tengah arus zaman modern.
Dakwah yang dilakukan gerakan ini, menurut Said Hawwa, menghidupkan Islam sesuai yang telah diwariskan Rasulullah SAW. Di antaranya adalah menuntut penghidupan ilmu, amal, serta keteguhan hati dan jiwa.
Masuk ke persoalan dakwah, Said menguraikan argumennya. Mengikuti pendapat Hasan al-Banna dalam Risalah Ta’lim, dakwah dapat dibagi ke dalam tiga tahapan.
Pertama, Ta’arif. Dakwah mula-mula dilakukan dengan menyebarkan fikrah (ideologi) Islam di tengah masyarakat. Untuk melaksanakannya, perlu melalui sistem kelembagaan alias organisasi. Seorang dai juga tidak boleh lalai dari menguasai cara-cara komunikasi yang diterima publik, terutama melalui bahasa nasihat-nasihat dan bimbingan.
Kedua, Takwin. Dalam tahapan ini, dakwah ditegakkan dengan jalan yang lebih berdisiplin di dalam organisasi. Para dai dan simpatisan dakwah memikul tanggung jawab yang besar untuk memperjuangkan agama. Tekad mesti ditanam dalam jiwa setiap mereka. Para penggeraknya diharapkan lulus dua tataran, yakni rohani (digembleng melalui tasawuf) dan militansi yakni kesetiaan, tidak mudah oleng diterpa godaan.
Ketiga, Tanfidz. Tahapan ini hanya dapat dicapai oleh mereka yang tulus, yakni ditandai dengan kesabaran dan keteguhannya menghadapi pelbagai risiko dakwah.