REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih akan mendengarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus suap proyek PLTU Riau-1 pada Jumat (1/3) hari ini. Sebelum menjalani persidangan, Eni mengakui sangat berharap bila hukuman yang diberikan kepadanya adalah hukuman yamg paling ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Harapannya saya bisa diberikan hukuman ringan dari tuntutan, terus perhomonan JC (justice collabolator) saya dikabulkan hakim. Itu saja, karena tuntutan itu saja karena saya bukan pelaku utama," ujar Eni sebelum menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Jumat (1/3).
Selain itu, Eni juga berharap agar hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik dapat dikurangi. Meskipun memiliki harapan yang banyak, Eni mengaku diberi nasihat oleh keluarga agar tegar, ikhlas serta kuat menerima putusan majelis hakim.
"Ada keluarga hadir support saya, ada anak saya yang besar SMA datang juga. Banyak keluarga saya kumpul, saya sampaikan waktu tuntutan mereka nangis kalau bisa jangan lagi. Kalau bisa terima saja anggap saja takdir yang harus jalani. Saya percaya mengimani takdir. Pesan keluarga harus tegar dan ikhlas serta kuat. Semua harus dilewati, pasti semua proses ini akan lewat, meskipun pahitnya sekarang ini pasti akan mencari keseimbangan ke depan tiada lagi pahit seperti ini, akan indah pada waktunya," tutur Eni.
Sebelumnya, JPU KPK menuntut delapan tahun penjara serta denda sebesar Rp 300 juta subsidair empat bulan kurungan. Selain itu, Eni juga dituntut untuk dijatuhkan pidana berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa Eni Maulani Saragih selesai menjalani pidana pokok.
Dalam tuntutannya, JPU KPK meyakini Eni Saragih bersalah karena menerima uang suap sebesar Rp 4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerjasama proyek PLTU Riau-1. Selain itu, Eni juga diyakini telah menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha.
Dalam tuntutan, uang yang diterima Eni tersebut agar membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Selain itu, Eni juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dollar Singapura. Sebagian besar uang tersebut diberikan oleh pengusaha di bidang minyak dan gas. Menurut jaksa, sebagian uang tersebut digunakan Eni untuk membiayai kegiatan partai. Selain itu, untuk membiayai keperluan suaminya yang mengikuti pemilihan bupati di Temanggung.