REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kantong plastik berbayar yang diterapkan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tidak akan efektif dan signifikan mengurangi penggunaan kantong plastik.
"Nominal Rp 200 per kantong tidak akan mengganggu daya beli konsumen. Sekali pun berbelanja dengan lima hingga 10 kantong plastik, konsumen hanya mengeluarkan Rp 1.000 hingga Rp 2.000," kata Tulus melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (1/3).
Tulus mengatakan istilah "Kantong Plastik tidak Gratis" sebagaimana dikampanyekan Aprindo adalah penyesatan. Penggunaan kantong plastik untuk belanjaan konsumen selama ini memang tidak gratis.
Menurut Tulus, semua biaya operasional pelaku usaha sudah dimasukkan dalam biaya yang dibebankan pada konsumen melalui harga yang harus dibayar.
"Seharusnya, Aprindo melakukan upaya yang lebih progresif, yaitu menggunakan kantong plastik Standar Nasional Indonesia atau SNI, sesuai rekomendari Badan Standarisasi Nasional serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," ujarnya.
Tulus mengatakan Badan Standarisasi Nasional dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah merekomendasikan penggunaan kantong plastik yang lebih mudah terurai dan ramah lingkungan. Aprindo kembali menerapkan kebijaan kantong plastik berbayar secara bertahap mulai Jumat untuk mendukung salah satu visi pemerintah, yaitu mengurangi 30 persen sampah dan menangani sampah sebesar 70 persen, termasuk sampah plastik pada 2025.
"Ini adalah langkah nyata dari gerai ritel modern mengajak masyarakat agar menjadi lebih bijak dalam menggunakan kantung belanja plastik, sekaligus menanggulangi dampak negatif lingkungan akibat sampah plastik," kata Ketua Umum Aprindo Roy Mandey.