Jumat 01 Mar 2019 15:51 WIB

Korsel akan Terus Bekerja Sama dengan AS dan Korut

Pembicaraan antara Kim dan Trump berakhir tanpa kesepakatan.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut, Kim Jong-un bertemu di Vietnam, 27 Februari 2019
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut, Kim Jong-un bertemu di Vietnam, 27 Februari 2019

REPUBLIKA.CO.ID,  SEOUL -- Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in mengatakan, Korsel akan bekerja dengan Amerika Serikat, dan Korea Utara untuk memastikan mereka mencapai kesepakatan mengenai denuklirisasi. Hal ini disampaikan Moon Jumat (1/3), sehari setelah pembicaraan antara AS, dan Pemimpin Korut yang gagal mencapai kesepakatan.

"Pemerintahan saya akan berkomunikasi erat dan bekerja sama dengan Amerika Serikat dan Korea Utara untuk membantu pembicaraan mereka mencapai penyelesaian lengkap dengan cara apa pun," kata Moon dalam pidato di ibu kota Korea Selatan, Seoul.

Baca Juga

Pertemuan kedua antara Presiden AS, Donald Trump, dan pemimpin Korut Kim Jong-un di Vietnam, terhenti setelah mereka gagal mencapai kesepakatan. Tidak ada jalan tengah antara kedua pihak. AS masih mempertanyakan langkah nyata Korut dalam melakukan denuklirisasi. Sebaliknya, Korut meminta AS untuk mencabut sanksi.

Presiden Korsel merupakan sosok secara aktif menginginkan perdamaian. Ia telah bertemu Kim tiga kali tahun lalu, dan mencoba untuk memfasilitasi negosiasi nuklirnya dengan Amerika.

Moon mengungkapkan, Korsel akan berkonsultasi dengan AS tentang cara-cara untuk melanjutkan proyek bersama dengan Korea Utara. Konsultasi juga termasuk pengembangan pariwisata di Gunung Kumgang, dan kompleks industri Kaesong.

Adapun puncak pertemuan di Hanoi terjadi setelah delapan bulan Trump, dan Kim bertemu untuk pertama kalinya di Singapura. Mereka sepakat untuk membangun hubungan baru, dan perdamaian, dengan imbalan komitmen Korut untuk bekerja menuju denuklirisasi penuh di semenanjung Korea.

Trump mengatakan, pembicaraan selama dua hari telah membuat kemajuan yang baik, akan tetapi penting untuk tidak terburu-buru mencapai kesepakatan. Ia mengaku telah pergi karena tuntutan Korut yang tidak dapat diterima.

"Itu semua tentang sanksi. Pada dasarnya, mereka ingin sanksi dicabut seluruhnya, dan kita tidak bisa melakukan itu," ujar Trump.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement