REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan hadirnya pemerintahan darurat Republik Indonesia (PDRI), tujuan agresi militer Belanda sesungguhnya telah gagal. Sebab, eksistensi Indonesia dapat terus berlangsung, sekalipun ibu kotanya (Yogyakarta) digempur habis-habisan dan pucuk pimpinannya ditangkapi.
Lucunya, Belanda justru bagaikan jatuh tertimpa tangga. Negeri yang bernafsu menjajah itu malah menuai kecaman dari dunia internasional, termasuk Amerika Serikat (AS). Persoalan RI tidak lagi bisa dianggap persoalan dalam negeri Belanda. Sebagai contoh, banyak negara yang mengajukan protes dengan cara menutup bandaranya bagi pesawat-pesawat terbang berbendera Belanda.
Wakil Belanda di PBB juga harus menanggung malu lantaran tidak bisa menutupi fakta tentang ditawannya Bung Karno dkk. Diplomasi RI di PBB terbilang sangat sukses, sehingga AS yang semula netral menjadi turun tangan serta mendesak RI dan Belanda kembali berunding.
Resolusi PBB pada Januari 1949 jelas menguntungkan RI. PBB membentuk United Nations Commission for Indonesia (UNCI), untuk menjembatani perdamaian.
Pada 6 Juli 1949, jajaran PDRI bertemu dengan utusan Bung Hatta di Desa Koto Kaciek, Kab. 50 Kota. Dalam kesempatan itu, Syafruddin Prawiranegara dkk. menyampaikan pernyataan kurang setuju terhadap langkah Indonesia dalam Perundingan Roem-Royen.
Namun, demi kepentingan yang lebih luas, hal itu dianggap tidak perlu dibesar-besarkan. Disepakatilah pengembalian mandat dari pimpinan PDRI kepada Presiden Sukarno.
Pada 9 Juli 1949, Syafruddin dan rombongan tiba dari Bukittinggi ke Jakarta. Keesokan harinya, mereka tiba di Yogyakarta dengan wajah berseri-seri. Tanda syukur dan lega hati lantaran telah menunaikan tugas sedemikian penting dengan sukses.
Pada 13 Juli 1949, sidang kabinet digelar dengan dipimpin Wakil Presiden Mohammad Hatta. Dalam kesempatan itu, Syafruddin selaku ketua PDRI menyerahkan mandat kepada Presiden RI Sukarno. Hal itu didahului dirinya melaporkan tentang apa-apa yang telah dia dan jajarannya lakukan selama menyelenggarakan PDRI.
Demikianlah, usia PDRI hanya enam bulan 21 hari. Namun, sungguh besar makna PDRI bagi kelangsungan perjuangan bangsa dan negara Indonesia.