REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyebutkan, setidaknya ada tiga tantangan utama media siber hari ini. Ketua AMSI Wenseslaus Manggut mengatakan, tiga tantangan itu datang dari segi konten, bisnis, dan pengusaha dari luar negeri.
Ia menjelaskan, dulu penyampai konten dari sumbernya ke publik hanya melalui televisi, koran, majalah, tabloid, radio. Namun saat ini, media untuk menyampaikan konten dari sumbernya ke publik sangat beragam.
"Jumlahnya bukan lagi ribuan, tapi sudah jutaan. Orang bisa pakai status Facebook, Youtube, Instagram, sebagai medium," kata dia, Jumat (1/3).
Dengan banyaknya medium penyampai pesan itu, ia melanjutkan, semakin terbuka kemungkinan kesalahannya. Dari situ, timbul hoaks, ujaran kebencian, dan lain-lain yang bersifat negatif.
Menurut Wesnseslaus, situasi itu membuat industri media arus utama mau tak mau harus masuk dalam ekosistem negatif tersebut. Alhasil, orang tak lagi percaya, termasuk kepada media arus utama sebagai penyampai konten.
"Walaupun ada kecenderungan saat ini tingkat kepercayaan kepada media arus utama naik karena banyak hoaks. Intinya, dari sisi konten penyampai pesan itu bukan hanya kita," kata dia.
Dari segi bisnis, ia mengatakan, sumber penghasilan media arus utama yang sebelumnya menampilkan produk ke publik tak bisa lagi dijadikan tumpuan. Pasalnya, saat ini telah ada banyak saluran untuk menampilkan produk dalam bentuk iklan.
"Di luar sana banyak sekali, bahkan mereka dibayar jauh lebih dashyat dari angka kita," kata dia.
Terakhir, lanjut dia, persaingan yang semakin terbuka membuat pebisnis industri media yang terlibat tak hanya datang dari dalam negeri, melainkan juga dari luar negeri. Menurut dia, pengusaha luar bisa datang sebagai perusahaan teknologi. Namun, dalam usaha itu mereka juga berbisnis seperti media arus utama yang menjajakan konten.
"Kita mwnjadi wartawan, media di tengah ekosistem seperti itu. Itu semua yang harus dicarikan solusinya," kata dia.