REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang
Ada yang tampak berbeda di jembatan penyeberangan orang (JPO) Gelora Bung Karno (GBK), Sudirman, Jakarta, khususnya pada malam hari. JPO yang juga terhubung ke halte Transjakarta GBK ini begitu menarik perhatian mata setiap orang yang melintas di sekitar area tersebut. Ada dua hal menarik dari JPO itu, yakni desain bangunannya yang unik dan tata pencahayaan lampunya yang apik.
“Bagus, milenial banget bentuknya. Jadi kita yang jalan (di JPO ataupun sekitarnya) juga rasanya senang, buat foto-foto juga bagus,” kata Nadia salah satu staf yang bekerja di gedung Sequis Center, Sudirman, Jakarta.
Perempuan berumur 28 tahun itu pun bahkan sempat terlihat berhenti sejenak untuk memotret dan menikmati keindahan JPO GBK tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh sebagian besar pejalan kaki yang sedang melintas di JPO. Saat itu memang sedang jam pulang kantor, sehingga situasi di halte Transjakarta maupun JPO GBK cukup padat.
Meski begitu, keramaian itu tidak menyurutkan rasa antusias mereka untuk berhenti sejenak dan mengabadikan momen di JPO GBK melalui kamera smartphone ataupun kamera DSLR dan mirrorless. Bahkan, Andrian Baptisa Tandung, salah satu pengunjung di JPO GBK yang ikut mengabadikan momen di sana menggunakan tripod untuk menopang kamera DSLR miliknya demi hasil foto yang baik.
Laki-laki asal Timika, Papua ini mengatakan, ia pertama kali mengetahui adanya JPO unik dan apik tersebut dari salah satu unggahan temannya di media sosial Instagram. Andrian yang kebetulan saat itu sedang mengambil cuti dan liburan ke Jakarta pun segera menyempatkan diri untuk mampir melihat dan memotret keindahan JPO GBK tersebut.
Desain JPO yang unik dan tata pencahayaan menjadi hal yang menarik untuk laki-laki berumur 30 tahun itu. “Dari segi bangunan dan fasilitas sudah bagus, keren. Saya suka, bersih juga,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Abi Sultan (26). Menurutnya, pemandangan di JPO GBK tampak seperti berada di luar negeri, tepatnya di Singapura. Apalagi penataan lampu LED berwarna-warni yang menghiasi JPO itu, kata Abi, sangatlah Instagramable atau menarik untuk diunggah di media sosial Instagram.
Tidak hanya keindahan dan keunikan saja yang menjadi keunggulan dari JPO GBK. Tetapi fasilitasnya pun dirasa sangat baik. Sebelumnya desain JPO GBK menuju halte Transjakarta menggunakan tangga dan bahan material besi. Sehingga dirasa cukup melelahkan ketika melewati JPO dan berisik karena bahan material lantai JPO yang menggunakan besi.
Namun, setelah melakukan revitalisasi, bentuk JPO GBK sekarang tidak lagi menggunakan tangga, melainkan ramp atau jalur yang lebih landai. “Minimal yang ini enggak sampai curam banget kayak tangga yang biasanya di JPO,” ujar Nadia, salah satu pejalan kaki di JPO GBK.
Penggunaan ramp dan bukan lagi tangga juga bertujuan agar lebih ramah terhadap para penyandang disabilitas yang akan menggunakan kendaraan umum, seperti Transjakarta. Tidak hanya itu, JPO ini nantinya juga akan dilengkapi dengan adanya lift di kedua sisi JPO. Lift yang memiliki kapasitas hingga seribu kilogram atau bisa mengangkut sebanyak 13 orang ini diperkirakan akan mulai beroperasi pada bulan Mei 2019 mendatang.
Fasilitas dan desain yang ramah bagi penyandang disabilitas tidak hanya akan ditemui di JPO GBK, tetapi dua JPO lainnya, yakni JPO Bundaran Senayan dan JPO Polda Metro Jaya. Ketiga JPO ini telah diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kemarin, Kamis (28/2).
Namun, saat ini baru dua JPO yang dapat difungsikan bagi pejalan kaki, yakni JPO GBK dan JPO Bundaran Senayan. Sedangkan, JPO Polda Metro Jaya masih dalam tahap penyelesaian (finishing). Khususnya pada sisi trotoarnya. Tetapi, diperkirakan dalam beberapa hari ke depan, JPO Polda Metro Jaya juga sudah akan bisa digunakan.
Pelican crossing
Sejak proyek revitalisasi JPO dimulai pada bulan Oktober 2018 lalu, para pejalan kaki yang akan menyeberang ataupun menuju halte Transjakarta GBK diarahkan menggunakan pelican crossing atau penyeberangan swakendali. Namun, karena revitalisasi JPO telah selesai dilakukan dan dapat digunakan kembali, pelican crossing tersebut pun segera ditutup. Begitu pula pintu keluar halte Transjakarta GBK yang tadinya mengarah ke pelican crossing sudah ditutup.
Andri Amirullah, salah satu petugas Transjakarta yang berjaga di halte tersebut mengatakan, saat ini seluruh akses masuk dan keluar maupun menyeberang terpusat melalui JPO. “Pelican crossing sudah ditutup sejak kemarin, Kamis (28/2),” kata Andri.
Hal itu terlihat dari pembatas beton yang menutupi akses menuju pelican crossing. Selain itu, lampu lalu lintas yang biasa digunakan untuk menyeberang melalui pelican crossing sudah dicopot. Menurut Andri, lampu lalu lintas itu diperkirakan dicopot pada malam hari.
Meski sudah ditutup dengan cara memberi pembatas beton, tetapi masih saja ada pejalan kaki yang menyeberang melalui pelican crossing tersebut. Salah satunya Dian. Perempuan berkulit putih ini mengaku tidak tahu jika tempat penyeberangan itu sudah ditutup. Ia baru menyadari hal itu ketika berada di tengah, tepatnya di depan pintu halte GBK yang dulunya terhubung ke pelican crossing itu.
Perempuan berumur 22 tahun ini pun kemudian memutuskan untuk menyeberang kembali ke tempatnya semula, di depan gedung Graha CIMB Niaga, Sudirman. Setelah itu ia pun menyeberang menuju pusat perbelanjaan f(x) Sudirman melalui JPO GBK.
“Tadi enggak tahu kalau itu (pelican crossing) sudah ditutup. Terus pas mau nyeberang juga agak ngeri karena mobil dan motornya (melaju) kencang-kencang. Pas tahu JPO itu sudah bisa dipakai, akhirnya lewat situ saja, lebih aman dan nyaman,” tuturnya sambil tersenyum malu.
Menurutnya, JPO pun lebih efektif dibandingkan pelican crossing. Dari segi keamanan dan kenyamanan pejalan kaki, kata Dian, JPO lebih unggul. Meskipun jika melewati JPO lebih melelahkan daripada pelican crossing. Sebab, JPO memiliki rute yang agak menanjak.
Senada dengan Dian, hal yang sama juga diungkapkan oleh Abi. Ia menyebut, jika pelican crossing cenderung membuat macet. Karena harus menghentikan beberapa saat kendaraan bermotor yang melintas. Sedangkan JPO yang posisinya berada di atas jalan raya, dirasanya lebih efektif untuk menyeberang.
Sementara itu, menurut Andri, dari sisi ketertiban, pelican crossing masih sangat kurang dibandingkan JPO. “Pelican crossing kurang tertib. Kadang pejalan kaki, belum waktunya jalan, sudah langsung nyeberang saja. Sama kayak dengan pengendara bermotor, kadang (lampu lalin) sudah merah, waktunya berhenti, masih melaju saja. Nanti kalau kenapa-kenapa, malah saling menyalahkan,” papar Andri.
Namun, Suyanto memiliki pendapat yang berbeda. Laki-laki berusia 54 tahun ini mengatakan, jika lebih praktis dan cepat menyeberang melalui pelican crossing. Sedangkan jika melewati JPO, ia merasa jarak tempuhnya justru lebih jauh. Sedangkan untuk segi ketertiban, menurutnya, hal itu tergantung pada pribadi masing-masing orang.
Tak hanya Suyanto yang merasa lebih praktis menggunakan pelican crossing ketimbang JPO, hal yang sama juga diutarakan oleh Rianti. Saat itu, mahasiswi salah satu universitas swasta di Jakarta ini terlihat sedang menyeberang menggunakan pelican crossing di dekat halte GBK bersama dua orang temannya yang lain. Ia mengatakan, jika lebih sering dan senang menyeberang melalui penyeberangan swakendali itu dibandingkan JPO.
“Tapi ya sesekali kalau lagi buru-buru banget dan jalanan lagi agak sepi, kan mobil dan motor suka pada kencang-kencang tuh, ya sudah, akhirnya lebih milih lewat JPO,” ucapnya.
Untuk diketahui JPO GBK berada sekitar dua ratus meter dari pusat perbelanjaan F(x) Sudirman. Sementara JPO Bundaran Senayan berada persis di depan gedung Ratu Plaza, dan JPO Polda Metro Jaya, sesuai namanya terletak di depan bangunan pusat kepolisian DKI Jakarta tersebut.
In Picture: Anies Resmikan JPO Artistik di Jalan Sudirman
Peresmian JPO. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berfoto usai peresmian JPO Gelora di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (28/2).