Sabtu 02 Mar 2019 06:06 WIB

Wanita Penggetar Langit

perempuan yang pengaduannya didengar oleh Allah dari atas tujuh langit.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Agung Sasongko
Gurun pasir (ilustrasi)
Foto: tangkapan layar Reuters/David Rouge
Gurun pasir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan kita untuk bersikap tegas, terutama bila sudah terkait hukum syarak. Dengan sikap tersebut, kita dapat terhindar dari berbagai kesesatan yang menimbulkan dosa.

Keberanian Khaulah binti Tsa'labah dalam menegakkan hukum syarak perlu kita contoh. Berkat sikap tegasnya itu, sejarah mencatatnya sebagai wanita penggetar langit ke tujuh.

Sahabat Nabi sekaligus salah satu Khalifah Rasyidin Umar bin Khaththab pun sangat menghormati perempuan tersebut. Suatu hari ketika melakukan perjalanan dengan orang-orang Quraisy, tiba-tiba seorang perempuan tua meminta Umar berhenti. Kemudian keduanya tampak saling berbincang.

Melihat kejadian itu, salah satu orang di rombongan bertanya kepada Umar. "Wahai Amirul Mukminin, apakah Tuan menghentikan langkah hanya demi wanita tua ini?" Dengan tegas, Umar lalu menjawab, "Celakalah kamu. Apakah kamu tahu siapa dia? Dia adalah perempuan yang pengaduannya didengar oleh Allah dari atas tujuh langit."

Umar melanjutkan, "Wanita ini Khaulah binti Tsa'labah yang Allah turunkan ayat tentangnya dalam ayat 'Sungguh, Allah telah mendengarkan ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya dan mengadukan (hal nya) kepada Allah, dan Allah men dengar percakapan kamu ber dua.' Demi Allah, jika dia ber henti sampai malam, aku tidak akan meninggalkannya kecuali untuk shalat, lantas kembali padanya."

Dalam sebuah riwayat dikatakan, Khuwailah merupakan istri dari Aus bin Ash Shamit. Kisah Khuwailah kemudian diceritakan oleh saudarinya, yakni 'Ibadah. 'Ibadah bercerita, "Demi Allah dalam permasalahanku (Khuwailah) dan Aus bin Ash Shamit, Allah telah menurunkan awal ayat surah al-Mujadalah. Saat itu statusku adalah istrinya." "Ia seorang laki-laki yang su dah tua renta. Perangainya sudah berubah menjadi kasar dan suka membentak. Suatu hari ia menemuiku.

Saat itu, aku membantahnya dengan sesuatu. Ia pun marah kemudian berkata, 'Kau ibarat punggung ibuku bagiku.' Lalu ia keluar dan duduk di tempat kaumnya berkumpul."

"Beberapa saat kemudian, ia masuk menemuiku dan menginginkanku. Jadi, kukatakan padanya 'Sekali-kali tidak. Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, jangan kau men dekatiku. Kau telah mengucapkan apa yang telah kau ucapkan, sampai Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum dalam permasalahan kita.' Lalu ia melompat hendak menangkapku."

"Aku menghindar darinya dan berusaha melawan dengan kekuatan seorang wanita menghadapi lelaki tua. Aku berhasil mendorong tubuhnya dariku. Lalu aku keluar dan menemui Rasulullah. Aku duduk di hadap an beliau. Kemudian aku menceritakan apa yang sudah kuhadapi dengan suamiku. Aku mengeluh pada beliau mengenai perilaku kasar suamiku."

Rasulullah pun bersabda, "Wahai Khuwailah. Anak pamanmu itu adalah seorang laki-laki yang telah tua. Maka bertakwalah kau kepada Allah terhadap suamimu!" Khuwailah lalu berkata lagi, "Demi Allah, aku tidak beranjak dari sisi beliau sampai turun ayat Alquran. Ketika itu Rasulullah diliputi sesuatu dan diwahyukan kepada beliau. Lalu beliau berka ta kepadaku, 'Wahai Khuwailah! Allah telah turunkan firman-Nya tentang permasalahanmu dan suamimu.' Kemudian beliau membacakanku surah al-Mujadilah ayat 1 sampai 4."

Rasulullah bersabda, "Perintahkan kepadanya agar ia memerdekakan seorang budak." Khuwailah menjawab, "Demi Allah wahai Rasulullah, dia tidak memiliki seorang budak." Rasulullah kembali bersabda, "Kalau begitu, hendaklah ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut." Khuwailah kembali menjawab, "Demi Allah wahai Rasulullah, dia adalah seorang lakilaki tua yang tidak sanggup berpuasa."

Maka Rasulullah bersabda, "Jika demikian, hendaklah ia memberi makan 60 orang miskin dengan satu wasaq kurma." Khu wailah menjawab, "Wahai Rasulullah, dia tidak mempunyai kurma sebanyak itu." "Maka kami akan membantunya dengan sekeranjang kurma," sabda Rasulullah. Khuwailah lalu berkata, "Aku juga akan membantunya dengan sekeranjang kurma lagi."

Mendengar itu, Rasulullah bersabda, "Perbuatanmu benar dan bagus. Pergilah dan bersede kah lah untuk suamimu. Kemu dian berwasiatlah dengan anak pamanmu dengan baik."

Khaulah memperlakukan suaminya dengan hormat, tapi tetap berpegang teguh pada peraturan agama. Saat itu, zihar dianggap sebagai talak. Perlu diketahui, zihar merupakan ungkapan sua mi yang menyamakan istri dengan ibu kandung atau mahramnya seperti adik atau kakak pe rem puan.

Saat suaminya mengatakan "Kau ibarat punggung ibuku," Khuwailah tidak langsung bersedia ketika suaminya meng ingin kannya. Ia memilih untuk meng adukan masalahnya kepada Ra sulullah sekaligus mencari tahu kepastian hukumnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement