Sabtu 02 Mar 2019 14:22 WIB

Sehari Diterapkan, Plastik Berbayar Dikomentari Beragam

Belum ada regulasi khusus yang mengkaji tentang pembatasan perdagangan plastik.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Kantong Plastik. Pramuniaga melayani konsumen di salah satu mini market di Jagakarsa,Jakarta Jumat (1/3).
Foto: Republika/Prayogi
Kantong Plastik. Pramuniaga melayani konsumen di salah satu mini market di Jagakarsa,Jakarta Jumat (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski sudah diterapkan oleh sejumlah toko-toko ritel anggota Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo), penerapan kantong plastik tidak gratis (KPTG) atau plastik berbayar mendapat reaksi beragam dari dua stakeholder berbeda instansi negara. 

“Menurut saya, plastik berbayar itu inisiatif yang cukup bagus untuk mengurangi penggunaan plastik di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tjahja Widyanti saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (2/3). 

Baca Juga

Adapun terkait pengaturan perdagangan plastik, sejauh ini dia mengakui belum ada regulasi khusus yang mengkaji tentang pembatasan perdagangan plastik di pasaran oleh Kemendag. Kendati demikian dia menjelaskan, tak menutup kemungkinan ke depannya pemerintah akan mengkaji regulasi tentang perdagangan plastik ramah lingkungan. 

Berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menargetkan pengurangan sampah sebesar 20 persen dengan yang tertangani sebesar 75 persen pada tahun ini. Sementara dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 97 tahun 2017, target pengurangan sampah nasional sebesar 30 persen dengan yang tertangani sebesar 70 persen pada 2025 nanti. 

“Kalau di tingkat pasar tradisional, beleid pembatasan perdagangan plastik tidak ramah lingkungan masih akan kami kaji dulu. Tapi sesungguhnya, itu (pembatasan perdagangan plastik tak ramah lingkungan) ide yang sangat baik sekali,” katanya. 

Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menilai, penerapan plastik berbayar sebesar Rp 200-Rp 500 kurang tepat dan tidak akan efektif. Sebab, kata dia, selain akan membebankan konsumen saat berbelanja, masyarakat juga belum tentu dapat teredukasi dengan inisiatif penerapan tersebut. 

“Sebenarnya yang lebih berdampak itu harusnya ada sistem dan edukasi tentang reuse dan recycle sampah plastik,” katanya. 

Oleh karena itu pihaknya mendorong pemerintah membentuk gerakan bersih bebas sampah yang proaktif di jalan-jalan ataupun di setiap sudut wilayah yang memiliki banyak timbulan sampah. Di sisi lain, penerapan wacana cukai plastik juga belum tentu berdampak terhadap pengurangan sampah yang ada. 

Dia menjelaskan, pemerintah perlu melakukan uji coba terhadap beberapa opsi pengurangan plastik yang ada guna menimbang dan memilih mana kebijakan yang paling efektif untuk mengurangi penggunaan plastik.

Terlebih, sejauh ini pihaknya belum menerima pembahasan secara khusus terkait pengurangan sampah plastik antara Komisi IV dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Nanti akan saya usulkan agar dibahas,” katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement