REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Laode Arumahi mengatakan status dugaan pelangggaran 15 orang camat yang mendeklarasikan dukungan kepada capres-cawapres 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, akan diputuskan pada Selasa (12/3) pekan depan. Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkapkan adanya sejumlah dugaan pelangggaran lain oleh kepala daerah hingga kepala desa (kades) di daerah tersebut.
"Waktu penanganan itu (kasus camat) sekitar tujuh hari, ditambah tujuh hari. Jadi akan berkahir pada 12 Maret. Paling lambat harus kami umumkan status kasusnya pada 12 Maret itu," ujar Laode ketika dikonfirmasi pada Ahad (3/3).
Artinya, kata dia, pada saat itu baru bisa ditetapkan apakah status kasus dugaan pelanggaran oleh 15 orang camat itu bisa dilanjutkan atau dihentikan. Menurut Laode, kasus deklarasi dukungan 15 orang aparatur sipil negara (ASN) kepada paslon capres-cawapres 01 itu diduga melanggar dua hal.
Pertama, melanggar pasal 280 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Kedua, melanggar disiplin ASN sebagaimana diatur dalam UU ASN Nomor 5 Tahun 2014.
Setelah status kasusnya diketahui, Bawaslu Sulsel segera melanjutkannya kepada Komisi ASN (KASN) terkait sanksi kepada 15 orang camat itu. "Kalau lebih cepat dari tanggal 12 Maret justru lebih baik. Saat ini memang banyak pihak terkait kasus ini yang harus kami periksa," lanjut Laode.
Dia mengakui, proses penanganan dugaan pelanggaran untuk kasus camat ini memang cukup padat. Selain memeriksa semua pelapor dan terlapor, Bawaslu Sulsel juga harus menyelesaikan pemeriksaan kepada puluhan saksi.
Sementara itu, satu laporan baru, yakni soal dugaan pelangggaran yang dilakukan oleh Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto) juga sedang berproses. Laode menyebut kasus Danny pada mulanya dilaporkan ke Bawaslu Sulsel.
Kemudian, Bawaslu Sulsel melimpahkan kasus ini ke Bawaslu Kota Makassar. Danny dilaporkan akibat pernyataannya yang membela 15 orang camat tersebut. Danny menyebut video yang 15 orang camat merupakan hasil editan.
Selain itu, Laode juga mengungkapkan adanya proses penanganan pelanggaran oleh Bawaslu Kabupaten Bone. Berdasarkan video yang beredar, ada camat yang didampingi para kades menyampaikan dukungan kepada paslon capres-cawapres 01.
Karena maraknya pelanggaran, Laode meminta masyarakat untuk bersabar menanti hasilnya. "Tentu kami minta kesabaran masyarakat beri kami waktu untuk bekerja supaya keputusan yang kami keluarkan itu betul-betul berdasarkan proses yang objektif," tambah Laode.
Sebagaimana diketahui, ASN diwajibkan netral dalam pelaksanaan pemilu. Netralitasi ASN ini, diberlakukan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Sesuai pasal 2 huruf f UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah netralitas atau tidak memihak. Selanjutnya pasal 9 ayat (2), pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Pasal 27 ayat (4) huruf b, Pegawai ASN diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Selain itu, UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 juga menegaskan larangan dan sanksi bagi ASN yang tidak netral. Larangan ini sesuai pasal 280 ayat (2) huruf f yang menyebut larangan mengikutsertakan ASN, anggota TNI, Polri, kepala desa, perangkat desa. Bagi yang melanggar, sebagaimana pasal 521, dikenai pidana paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 24 juta.
Kemudian pasal 280 ayat (3) UU No 7 tahun 2017, ASN, anggota TNI, Polri dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye Pemilu. Bagi yang melanggar pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Sebelumnya, sebanyak 15 camat di Makassar, Sulawesi Selatan, diperiksa Bawaslu terkait laporan video dukungan terhadap capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin. Bawaslu akan mengkaji keterangan para camat itu untuk memutuskan ada-tidaknya unsur pelanggaran untuk ditindaklanjuti.