REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsolidasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) akan menjadi opsi terakhir untuk memperkuat skala permodalan. Hal ini ditegaskan Ketua Kompartemen BPR Syariah Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Cahyo Kartiko.
Cahyo menilai akan lebih baik jika lembaga keuangan skala mikro berjumlah banyak daripada sedikit meski besar. "Keuangan mikro kecil itu harus dekat dengan pasar, jadi lebih baik diperbanyak," katanya pada Republika, Senin (4/3).
Cahyo menuturkan, jumlah BPRS saat ini mencapai 166 lembaga di seluruh Indonesia. Dalam lima tahun kedepan, ia berharap bisa menambah sekitar 50 BPRS agar bisa menjangkau lebih banyak komunitas.
Ia berharap ekosistem ini bisa tumbuh subur dengan dukungan mempermudah regulasi yang ada. Karena pada dasarnya BPR beda dengan bank umum yang harus memiliki sistem permodalan kokoh.
Selain itu, ungkap Cahyo, BPR dan BPRS memiliki skala ritel sehingga perlu strategi berbeda. "Kami lebih mendorong pada unit banking daripada branch banking," kata Cahyo.
Unit banking lebih merujuk pada satu bank yang melayani nasabah tertentu atau komunitas di sekitarnya. Sementara branch banking merupakan satu bank yang memiliki banyak cabang.
Secara natural, Cahyo menilai BPRS lebih cocok pada skema unit banking yang melayani komunitas. Saat ini Asbisindo terus berupaya untuk meningkatkan jumlah unit BPRS dan membutuhkan bantuan dukungan regulasi.
Salah satu opsi adalah konversi dari BPR menjadi BPRS. Saat ini jumlah BPR di seluruh Indonesia mencapai sekitar 1.600 unit sehingga memungkinkan konsolidasi atau konversi.