REPUBLIKA.CO.ID, SOLOK SELATAN -- Bupati Kabupaten Solok Selatan Muzni Zakaria mengatakan pemerintah belum bisa memaksakan aktivitas belajar mengajar agar kembali normal. Muzni memahami siswa dan sebagian guru masih dalam kondisi trauma pascagempa yang mengguncang Solok Selatan, Kamis (28/2) pagi WIB kemarin.
Gempa diketahui telah merusak ratusan rumah, menelan ratusan korban luka dan puluhan fasilitas umum termasuk sekolah rusak. "Anak-anak (siswa-siswi) belum masuk sekolah. Masih trauma. Kita lihat situasi dulu," kata Muzni, Senin (4/3).
Pemkab kata Muzni akan terus memantau perkembangan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai sampai kapan gempa susulan akan berhenti di Kabupaten Solok Selatan. Terutama di tiga kecamatan yang terdampak cukup parah yakni Kecamatan Sangir Balai Janggo, Kecamatan Sangir Jujuan dan Kecamatan Sangir Batanghari.
Bila sudah ada keterangan dari BMKG gempa susulan tidak ada lagi, maka sekolah-sekolah di tiga kecamatan tersebut sudah akan beroperasi normal seperti semula.
Saat ini Pemkab Solok Selatan melalui dinas pendidikan dibantu BPBD dan relawan masih mendata kerusakan yang dialami beberapa sekolah. Mereka ingin memastikan semua sekolah sudah aman untuk dimasuki guru dan murid.
"Sekolah masih kita data kerusakannya. Apa saja yang perlu diperbaiki," ujar Muzni.
Beberapa sekolah yang terdampak gempa Solok Selatan di Kecamatan Sangir Balai Janggo yakni SDN 02 Sungai Kunyit, SD PT KSI, SMAN 11 Solok Selatan dan SMKN 2 Solok Selatan. Ada juga kerusakan di MIN 3 Solok Selatan dan SMPN 28 Solok Selatan.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Solok Selatan Zulkarnaini mengatakan kegiatan belajar mengajar di semua sekolah di Kabupaten Solok Selatan tidak berhenti meskipun di daerah tersebut baru saja terjadi gempa. Zulkarnaini menyebut guru dan pegawai tetap diwajibkan datang ke sekolah meskipun ada sebagian siswa yang urung hadir. Zulkarnaini beralasan tidak meliburkan sekolah karena waktu untuk kegiatan Ujian Nasional semakin dekat.
Tapi Zulkarnaini tidak menampik kehadiran siswa di sekolah hanya 10 persen. Banyak siswa yang tidak hadir karena masih dalam kondisi trauma berada di dalam bangunan. Terlebih ada siswa-siswi yang rumahnya mengalami kerusakan.