Senin 04 Mar 2019 17:45 WIB

Hayati Tegaskan tak Pernah Ikut Organisasi Terlarang

Hayati merasa heran dengan pemecatannya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Dosen Menggugat: Mantan Dosen IAIN Bukit Tinggi, Hayati tiba di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Senin (3/3). Hayati tiba untuk menggugat pemecatannya.
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Dosen Menggugat: Mantan Dosen IAIN Bukit Tinggi, Hayati tiba di kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada Senin (3/3). Hayati tiba untuk menggugat pemecatannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hayati Syafri melaporkan pemecatan dirinya sebagai dosen IAIN Bukit Tinggi ke kantor BKN pada Senin, (3/3). Hayati menyatakan siap diperiksa bila pemecatan dirinya akibat diduga terlibat kegiatan radikalisme.

Hayati mengatakan penggunaan cadar merupakan wujud syukur terhadap agama. Ia membantah penggunaan cadar karena terlibat organisasi tertentu. Tercatat ia baru mengenakan cadar pada 2017 setelah menjadi dosen sekitar sepuluh tahun.

Baca Juga

"Saya siap diperiksa apa ada hubungan dengan organisasi terlarang di belakang saya. Ini wujud rasa syukur. Saya enggak ada hubungan dengan mereka," katanya pada wartawan usai melapor.

Ia mengatakan pernyataan sikapnya itu sudah disampaikan sejak lama. Bahkan dalam bentuk tertulis sebanyak tujuh lembar. Ia meminta stigma buruk tak langsung disematkan pada pengguna cadar saat ada aksi terorisme yang pelakunya mengenakan cadar.

"Saya berharap ketika ada yang bercadar melakukan kekerasan dan jadi teroris jangan semua dipukul rata kayak gitu," ujarnya.

Hayati merasa heran karena pemecatannya dilakukan tanpa ada peringatan lebih dulu. Alasan pemecatan karena absen kerja selama 67 hari pun dipertanyakan. Sebab Hayati mengaku sudah mendapat izin absen karena tengah penelitian. Absensi sepanjang 67 hari itu juga terjadi pada 2017.

"Pemecatan harusnya ada sanksi ringan, sedang dan berat. Saya enggak trima ini. Alasan ini dicari-cari bisa dibuktikan nanti," ujarnya.

Sebelumnya, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama telah menetapkan keputusan untuk memberhentikan Hayati Syafri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di IAIN Bukittinggi. Hayati diberhentikan karena alasan melanggar disiplin pegawai berdasarkan rekam jejak absensi di kepegawaian IAIN Bukittinggi.

Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah melalui proses audit dan investigasi secara komprehensif dan mendalam oleh Inspektorat Jendral Kementrian Agama. Dia juga menegaskan, keputusan ini bukan semata-mata diambil karena Hayati mengenakan cadar, melainkan karena pelanggaran disiplin kepegawaian.

“Jadi tentu pertimbangannya cukup panjang, sekali lagi saya tekankan bahwa keputusan itu diambil bukan karena yang bersangkutan mengenakan cadar. Tapi semata mata karena melanggar disiplin kepegawaian di PP 55 Tahun 2007,” kata Kamaruddin saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/2).

Menurut hasil investigasi yang dilakukan Kemenag, Hayati terbukti sering kali tidak hadir dan frekuensi ketidakhadirannya telah melampaui batas maksimal. Melalui pertimbangan ini, kata Kamaruddin, Hayati memang sudah seharusnya diberhentikan. “Jadi yang bersangkutan, menurut hasil temuan Irjen memang sudah harus diberhentikan, karena sering tidak masuk kelas,” jelas dia.

Meski begitu, Kamaruddin menekankan bahwa Hayati masih memiliki peluang untuk membela diri melalui pengajuan banding. Kamaruddin juga membantah jika Kemenag dianggap tidak adil dalam mengeluarkan keputusan.

“Saya kira tidak juga lah, jadi kalau dia membantah itu kan harus ada bukti, dan masih ada jalan melalui banding,” ujar Kamaruddin.

Menurut Kamaruddin, jika Hayati merasa diperlakukan tidak adil atau diskriminatif, maka pengajuan banding dapat dilakukan, sehingga keputusan pemecatan tersebut dapat kembali dipertimbangkan. Selain itu, Kamaruddin juga menjelaskan, jika dalam banding tersebut Hayati terbukti benar, maka keputusan Kemenag mengenai pencabutan ASN dapat dianulir.

“Kalau memang dia benar, dan Kemenag salah, maka keputusan itu bisa dianulir. Jadi silakan saja, karena memang ada jalan dan prosedurnya,” tegas dia.

Dia menegaskan, tidak mungkin tiba-tiba Menag mencabut hanya karena pertimbangan yang tidak kuat. "Makanya silahkan saja mengajukan banding kalau memang yang bersangkutan merasa diperlakukan tidak adil,” tambah Kamaruddin.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement