Senin 04 Mar 2019 18:21 WIB

Akhir Penderitaan Perempuan Yazidi Jadi Budak Seks ISIS

Banyak perempuan Yazidi yang terlalu takut untuk melarikan diri dari ISIS.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Militan ISIS di Irak dan Suriah memperbudak perempuan dari kelompok agama minoritas Yazidi di Utara Irak.
Foto: Reuters
Militan ISIS di Irak dan Suriah memperbudak perempuan dari kelompok agama minoritas Yazidi di Utara Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHOUZ -- Baseh Hammo berusia 38 tahun ketika ia dijadikan budak seks oleh militan ISIS. Ia diperkosa dan disiksa serta diperjual-belikan sebanyak 17 kali di antara anggota ISIS. Ia dipindahkan dari satu kota ke kota lainnya yang sempat dikuasai ISIS di Irak maupun Suriah.

Penderitaannya berakhir pada bulan Januari lalu di desa Baghouz, benteng terakhir ISIS di Suriah. Salah satu anggota ISIS yang merasa kasihan kepadanya mengikutsertakan Hammo bersama keluarganya ke dalam truk untuk meninggalkan Baghouz. Ia lalu diambil pasukan Kurdi Suriah dan bertemu dengan kedua putrinya di Irak beberapa hari kemudian.

Baca Juga

Namun, masih banyak suku minoritas Yazidi yang masih hilang setelah militan ISIS menyerang kota dan desa-desa mereka di Irak lima tahun yang lalu. Para anggota ISIS itu menculik perempuan dan anak-anak Yazidi. Perempuan dipaksa menjadi budak seks dan anak laki-laki didoktrin ideologi mereka.

Pada bulan lalu, setelah koalisi yang didukung pasukan Amerika Serikat (AS) mengepung wilayah terakhir ISIS di Suriah, harapan banyak orang Yazidi yang terbebaskan sempat menguat. Sekitar 3.000 orang Yazidi dilaporkan masih hilang.

Tapi hanya sedikit dari ribuan itu yang berhasil diselamatkan. Kepala Badan Penyelamat Yazidi pemerintahan Kurdi di Irak Hussein Karo mengatakan hanya 47 orang Yazidi yang berhasil diselamatkan.  

Kini Pasukan Demokrasi Suriah (SDF) yang didukung AS melanjutkan pertempuran di Baghouz. Hammo dan Farha Farman, salah satu perempuan Yazidi yang berhasil diselamatkan mengatakan mereka khawatir banyak orang Yazidi yang tidak pernah bisa kembali pulang dan pertempuran di Baghouz membahayakan orang-orang Yazidi yang masih berada di sana.

Keduanya mengatakan beberapa perempuan Yazidi menolak meninggalkan anak-anak mereka bersama ayah mereka yang anggota ISIS. Sementara yang lainnya ikut bergabung menjadi anggota ISIS. Selain itu, banyak perempuan Yazidi yang terlalu takut untuk melarikan diri.

Hammo mengatakan hari-harinya menjadi budak seks diisi oleh kesepian dan kekerasan. Ia pernah dijual ke anggota ISIS asal Swedia. Orang Swedia itu mengunci Hammo dalam sebuah ruangan dan tidak memberinya makan selama berhari-hari ketika ia sedang berperang.

Majikan yang lainnya, orang Albania pernah memukul Hammo dengan ujung sepatu bot karena Hammo marah orang Albania itu membeli budak perempuan berusia sembilan tahun.

Di Raqqa, Suriah, ia pernah bertemu dengan dua keponakannya yang berusia 12 dan 13 tahun. Tapi dua keponakannya itu sudah didoktrin oleh ISIS. Mereka membawa senjata api dan menjadi pengawal anggota ISIS asal Jerman.

Ketika Hammo mengajak keponakan-keponakannya itu makan, mereka menolaknya. Mereka mengatakan Hammo orang kafir. Ia membentak balik mereka. "Kalian bagian dari kami, kalian kafir juga," kata Hammo.

Di bulan-bulan terakhirnya bersama ISIS, Hammo dicengkram kelaparan yang sangat dasyat karena ISIS semakin terdesak pasokan makanan mereka habis. Roti menjadi sangat langka. Ia pernah membuat adonan dari pakan ayam untuk dimakan. Ketika ia dibawa keluar dari Baghouz, ia sedang makan rumput dan dedaunan.

"Saya bahkan tidak bisa lagi melihat apa pun yang warnanya hijau," kata Hammo dalam keadaan lemah dan kurus.

Tangannya penuh luka karena siksaan. Ia mendengar masih ada seribu orang Yazidi yang terperangkap di Baghouz. Jumlah itu termasuk 130 anak laki-laki yang didoktrin menjadi anggota ISIS. Farman, 21 tahun yang tiba di Irak pada awal Febuari lalu khawatir dengan saudari dan sembilan kerabat laki-lakinya yang masih belum ditemukan.

Farman dan Hammo sekarang tinggal di kamp pengungsian kumuh di Irak. Mereka mengatakan serangan udara yang dilancarkan koalisi masyarakat internasional membunuh banyak orang Yazidi yang menjadi budak ISIS.

Hammo mengatakan ia sempat mengajak seorang perempuan Yazidi yang menikah dengan anggota ISIS asal Uzbekistan. Tapi perempuan itu menolaknya karena ia memiliki dua orang anak bersama laki-laki Uzbekistan itu.

"Dia mengatakan dia akan meledakkan dirinya sendiri dulu," kata Hammo. 

Seorang perempuan Yazidi di Baghouz lainnya juga menolak untuk pergi. Perempuan itu menikah dengan anggota ISIS asal Arab Saudi. Ia terpaksa menyerahkan dua anak laki-lakinya untuk menjadi anggota ISIS.

"Dia mengatakan ia tidak bisa pergi tanpa mereka," kata Hammo.

Ketika ISIS menguasai sepertiga Suriah dan Irak pada 2014 lalu mereka menyerang desa-desa Yazidi. Para ekstremis itu memperbudak, memperkosa, dan membunuh ribuan Yazidi. ISIS menganggap suku Yazidi yang menganut agama kepercayaan leluhur dan berbahasa Kurdi bukan manusia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement