Selasa 05 Mar 2019 05:25 WIB

Stok Beras Menumpuk di Gudang, Pengamat: Perlu Outlet Baru

Bulog masih menyisakan stok 2,2 juta ton beras yang belum terserap pada 2018.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Stok beras miskin (raskin) di salah satu gudang BUlog.
Foto: Antara/Arief Priyono
Stok beras miskin (raskin) di salah satu gudang BUlog.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Pertanian Khudori menyatakan, harus ada solusi hilir untuk menyelesaikan permasalahan menumpuknya stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang menumpuk di gudang Perum Bulog. Solusi tersebut adalah menambah outlet penyaluran beras dengan mewajibkan para penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk membeli beras Bulog di outlet ataupun warung.

Khudori mengakui, outlet penyaluran melalui skema tersebut tidak lebih besar dibanding dengan skema pada program beras misin (raskin) dan beras sejahtera (rastra). Sementara skema BPNT hanya mampu menyalurkan sekitar 2 juta ton per tahun, raskin dan rastra dapat mencapai 3 juta ton per tahun.

"Tapi, setidaknya itu sudah cukup sebagai outlet penyaluran," ujarnya ketika dihubungi Republika, Senin (4/3).

Selama ini, masyarakat penerima BPNT dapat membeli beras ke pasar atau beras yang bukan hasil serapan Bulog. Artinya, Khudori menjelaskan, mereka menjadi konsumen baru yang selama ini tidak pernah ke pasar, menjadi harus ke pasar setelah menerima BPNT.

Dengan skema yang ditawarkan Khudori, Bulog memiliki tantangan tersendiri. Mereka harus dapat memastikan bahwa beras yang dijual di outlet dan warung Bulog memiliki kualitas bagus. Sebab, permasalahan utama saat program raskin dan rastra terdahulu adalah jeleknya kualitas beras yang ditawarkan.

Tapi, Khudori menilai, tantangan tersebut masih lebih mudah dilalui Bulog dibanding dengan harus mengurus stok CBP yang melimpah. Pada tahun ini, setidaknya Bulog masih menyisakan stok 2,2 juta ton beras yang belum terserap pada 2018. Jumlah tersebut harus ditambah dengan penyerapan dalam negeri yang ditargetkan Bulog mencapai 1,8 juta ton pada tahun ini.  "Berarti setidaknya ada 4 juta ton CBP di gudang Bulog sampai akhir tahun," katanya.

Menurut Khudori, saat ini tidak terjadi sinkronisasi antara penugasan Bulog di hulu dan hilir. Pada hulu, Bulog diwajibkan untuk menyerap beras dari petani sebanyak-banyaknya. Sedangkan, di hilir, outletnya kini hanya bergantung pada operasi pasar (OP).

Sebelumnya, Bulog ditugaskan menyalurkan sekitar 3 juta ton beras rastra untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Kini, Bulog hanya mendapat alokasi 213 ribu ton untuk disalurkan ke 5 juta KPM selama periode Januari hingga April. Khudori memprediksi, apabila berlanjut sampai akhir tahun, jumlahnya mungkin tidak sampai pada 500 ribu ton.

Sementara itu, OP kemungkinan hanya mampu menyalurkan beras dengan jumlah yang sama. Hal ini berkaca dari OP tahun lalu yang mencapai 540an ribu ton beras. "Berarti, dari 4 juta ton yang diserap Bulog, dikurangi dengan penyaluran sekitar 1 juta ton, masih akan ada sisa 3 juta ton. Ini akan dikemanakan?" ucap Khudori.

Apabila tidak ada outlet penyaluran yang jelas, Khudori mempertanyakan ujung dari CBP tersebut. Pasalnya, beras bukanlah komoditas yang dapat bertahan lama. Dalam hitungan bulan, mutunya pasti akan mengalami penurunan yang akan menjadi ‘bom waktu’ bagi Bulog karena harus menyimpannya.

Oleh karena itu, Khudori mendesak pemerintah untuk segera mencari jalan keluar yang tepat atas persoalan tersebut. Apabila BPNT menjadi program unggulan, Bulog harus dilibatkan sebagai penyedia kepada warung-warung penyalur BPNT. Strategi ini juga dinilai Khudori lebih efektif dibanding dengan OP yang tidak tepat sasaran.

Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, skema pemberian bantuan lewat BPNT juga dapat dilakukan melalui rekening atm (non tunai). Saldo dalam rekening ini kemudian bisa dicairkan di e-warung tertentu yang sudah ditunjuk pemerintah.

Selanjutnya, pengelola e-warung dibebaskan untuk menjual beras dari Bulog atau beras jenis premium. "Sementara itu penerima manfaat bisa mencairkan bantuan tersebut di e-warung terdekat dan juga untuk jenis beras yang dijual di situ," ucap Ilman dalam rilis yang diterima Republika.

Lebih jauh lagi, Ilman menambahkan, pemerintah sebaiknya memberikan fleksibilitas kepada Bulog dalam menyerap beras dengan mempertimbangkan penerapan HPP. Hal ini penting untuk memperlancar skema penyerapan beras melalui BPNT.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement